Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Revolusi dalam Pelaksanaan Program KB

Kompas.com - 18/10/2010, 06:43 WIB

Jakarta, Kompas - Perlu revolusi dan pembebasan dari segala hambatan pelaksanaan dari sisi regulasi maupun anggaran bagi pelaksanaan keluarga berencana. Keluarga berencana yang sebenarnya sangat penting dalam pembangunan belakangan semakin diabaikan. Demikian terungkap dalam seminar sehari ”Revolusi Keluarga Berencana dalam Mencapai Keluarga yang Bertanggung Jawab”, Sabtu (16/10).

Dalam seminar itu terungkap, salah satu peraturan yang dikhawatirkan menghambat ialah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor K.02.02/MENKES/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Dalam peraturan itu disebutkan, bidan dalam memberi pelayanan kesehatan reproduksi perempuan berwenang memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter.

Peraturan itu menimbulkan berbagai interpretasi, antara lain adanya pembatasan wewenang bidan karena adanya kata ”dalam rangka menjalankan tugas pemerintah”—tidak dalam praktik mandiri—dan harus adanya supervisi dokter untuk pemasangan jenis kontrasepsi tertentu di fasilitas pelayanan kesehatan. Padahal, distribusi tenaga dokter belum merata.

Hal ini dikhawatirkan secara umum membuat bidan enggan karena takut melanggar aturan. Alat kontrasepsi oral, suntikan, dan kondom termasuk kontrasepsi jangka pendek.

Hambatan lain yang terungkap ialah persoalan alokasi anggaran. Ascobat Gani dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan, secara umum, alokasi anggaran kesehatan masih belum tepat sehingga menghambat berbagai program, termasuk keluarga berencana.

Dia mencontohkan, anggaran pemerintah terbesar masih untuk gaji dan pembangunan fisik, sedangkan untuk biaya operasional sangat sedikit. Dia mencontohkan, puskesmas memiliki sepeda motor tetapi tidak memiliki anggaran untuk bahan bakar sehingga kunjungan langsung ke masyarakat terhambat. Padahal, di sejumlah daerah yang secara geografis sulit dan masyarakatnya miskin, kunjungan petugas kesehatan jadi sangat penting.

Ketua Pengurus Harian Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Rizal Malik mengatakan, PKBI menginginkan hambatan, baik regulasi maupun alokasi anggaran, dihilangkan. Fenomena yang terjadi saat ini ialah ada ledakan penduduk yang berimplikasi pada peningkatan kemiskinan, derajat kesehatan menurun, akses pendidikan menurun, terbatasnya kesempatan masuk ke lapangan kerja, dan dampak lingkungan yang memburuk.

Hal memprihatinkan lainnya, rendahnya tingkat partisipasi laki-laki dalam menggunakan kontrasepsi, yakni 1,5 persen dari total peserta KB, dan 9 dari 100 perempuan mempunyai anak pada usia 15-19 tahun. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com