Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Jantung, Profesi yang Langka

Kompas.com - 25/03/2011, 15:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyakit jantung dan pembuluh darah kini telah menjadi pembunuh utama di Indonesia. Di saat angka kematian di negara-negara maju menurun, di negara berkembang justru meningkat. Sayangnya, peningkatan itu tak diimbangi dengan tenaga dokter yang ahli dalam penyakit jantung.

Saat ini, Indonesia hanya memiliki 493 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah untuk melayani sekitar 240 juta penduduk. Selain jumlahnya minim, distribusinya tidak merata.

"Misalnya saja yang terjadi di Nusa Tenggara Timur, hanya ada satu ahli jantung untuk melayani delapan juta penduduk," kata dr Anna Ulfah Rahajoe, SpJP (K) dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki).

Sebagai perbandingan, Laos yang berpenduduk enam juta dilayani oleh 60 kardiologis. Terlebih Singapura yang berpenduduk lima juta dilayani 160 kardiologis. Selain kardiologis untuk pasien dewasa, pasien-pasien penyakit jantung anak juga kekurangan tenaga ahli.

"Di Indonesia hanya ada 45 dokter jantung pediatri dan sebagian besar berada di Jakarta," kata dr Poppy S Roebiono, SpJP (K) dari RS Jantung Harapan Kita Jakarta dalam acara press conference Annual Scientific Meeting Indonesian Heart Association ke-20 di Jakarta, Jumat (25/3/2010).

Kelangkaan dokter jantung tersebut, menurut dr Poppy, antara lain, disebabkan karena keterbatasan fakultas kedokteran menampung dokter umum yang tertarik mengambil spesialisasi penyakit kardiovaskular.

"Peminatnya memang banyak, tapi kapasitasnya tiap angkatan hanya 12 orang. Karena itu hanya segelintir orang yang dipilih," katanya.

Untuk mengimbangi kebutuhan, saat ini Perki menargetkan 1.000 ahli jantung pada tahun 2020. Untuk mencapai target ini, Perki telah meresmikan penambahan pusat pendidikan kardiologis dari 2 menjadi 12 tempat.

Pusat-pusat pendidikan ini bernaung di bawah fakultas kedokteran yang tersebar di berbagai wilayah Tanah Air dengan menggunakan fasilitas rumah sakit kelas A dan B milik pemerintah.

Selain menambah sumber daya manusia, Kementerian Kesehatan dirasa perlu meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana di rumah sakit. "Para ahli jantung yang bersedia bekerja di RSUD kabupaten juga perlu dilengkapi minimal dengan mesin elektrokardiografi, treadmill, dan echocardiografi yang memadai," kata dr Anna.

Ia menambahkan, tertinggalnya alat penunjang kedokteran membuat banyak dokter yang sudah mau bekerja di daerah akhirnya kembali ke Ibu Kota Jakarta yang peralatannya modern dan honornya menggiurkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com