Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Repotnya Suami Cemburuan!

Kompas.com - 13/11/2008, 23:59 WIB

WAJAR, kok, merasa cemburu. Itu, kan, berarti kita sayang pasangan. Tapi kelewat cemburu, justru bahaya, lho! Selain tak sehat bagi hubungan suami-istri, anak juga bisa meniru perilaku kita.

Apa, sih, cemburu? Ternyata sikap itu merupakan reaksi terhadap ancaman yang terjadi dalam hubungan antara dua orang karena adanya saingan alias rival. "Yang dianggap rival, belum tentu orang. Bisa juga hobi, benda, atau apa saja yang akhirnya mengalihkan perhatian orang yang dicemburui," jelas Jacinta F Rini, Msi. dari e-psikologi.com.

Lalu kenapa suami cemburuan? Sebetulnya, kata psikolog ini, cemburu disebabkan faktor kepribadian yang bersangkutan. Kalau kepribadian suami solid, tak masalah. "Ia punya pengalaman dan rasa percaya diri kuat sehingga merasa sangat aman dengan keberadaan dirinya. Maksudnya, tak bergantung pada orang lain yang bisa memberi pengakuan." Tapi tak sedikit pria yang tumbuh dewasa dengan rasa percaya diri semu. "Artinya, jati dirinya hanya berdasar penilaian orang lain. Padahal, sebetulnya kurang pe-de dan bermasalah dengan interaksi."

Akibatnya, kala ada orang lain dekat-dekat istrinya, meski hanya sebatas rekan kerja, "Sudah membuatnya merasa punya rival. Dia merasa tak aman dan nyaman, harga dirinya turun, dan mulai bertanya-tanya, masihkah ia cukup berharga di mata istrinya," jelas psikolog lainnya, Johannes Papu, Msi., alias Jo. Selain itu, dia juga ragu, apakah sudah tak menarik lagi, kurang pintar, dan sebagainya. "Pokoknya, semua yang diasumsikan sebagai kelemahan, akan dia munculkan. Pria yang konsep dirinya lemah seperti ini, cenderung mudah teriritasi oleh perilaku istrinya yang sebetulnya netral. Istri meeting di luar kota saja, ia sudah uring-uringan."

Biasanya, cemburu diawali oleh suatu kecurigaan. "Suami merasa istrinya mulai mengalihkan perhatian pada hal lain. Padahal, belum tentu benar," terang Rini. Pasalnya, perhatian itulah yang selama ini membuatnya merasa berharga di mata istri dan jadi punya rasa percaya diri. Alhasil, pe-denya goyah dan mulai meragukan dirinya sendiri. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam suatu dinamika cemburu yang intens, yang sering terlihat pada hubungan suami-istri," lanjut Rini.

TINGKATAN CEMBURU
Entah pada benda, hobi, atau orang, cemburu sama-sama bisa menggoyahkan hubungan. Nah, yang patut dicermati adalah akar masalahnya. "Bisa jadi, landasan hubungan perkawinannya memang enggak kuat. Akhirnya, balik lagi pada kepribadian masing-masing. Jika pasangan memang tak punya kepercayaan (trust), ia akan merasa tak aman dan nyaman. Akibatnya, cemburu muncul. Di rumah cemburu pada istri, di kantor dan pergaulan sosial lain, ia iri pada temannya," papar Rini.

Sebetulnya, sifat cemburuan bisa dideteksi sejak pacaran. "Masalah utamanya, kan, trust. Jadi, kalau pacar mulai hobi mengendalikan apa saja, dari kegiatan, teman, baju, dan sebagainya, sebaiknya waspada." Juga jika pacar mudah sekali terancam oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapatnya. "Kalau orang lain mengemukakan hal berbeda dari yang ia inginkan, ia sudah merasa nggak nyaman, enggak dihargai. Dia merasa berarti kalau pacarnya mengikuti keinginannya," timpal Jo.

Kecemburuan juga bisa berkembang di lingkungan sosial lain. Dalam perwujudan perilakunya, cemburu bisa muncul karena merasa diperlakukan tak adil. Atau, iri karena tak bisa melakukan apa yang dikerjakan teman. "Bentuknya lebih pada kebencian. Ini juga berbahaya karena bisa mengakibatkan timbulnya envy atau intensi untuk menghancurkan obyek yang membuatnya merasa diperlakukan tidak adil."

Jangan salah, cemburu juga ada tingkatannya. Yang pertama, kecemburuan yang mengasyikkan. "Setiap orang, kan, butuh perhatian. Nah, suami-istri justru menjadikan kecemburuan sebagai ajang untuk saling mendekatkan," kata Jo. Yang kedua, cemburu sehat. Misalnya, suami mengecek istrinya, tanpa ada niat mengontrol. "Pulang jam berapa?" "Dengan siapa pulangnya?"

Yang berikut, cemburu yang sudah masuk level paranoid atau obsesif. "Ini terjadi jika orang sudah pada tingkat mengontrol semua yang dilakukan pasangannya." Bahkan, bila perlu, mengontrol secara fisik dengan cara melakukan kekerasan (abusement), menentukan semua yang harus dilakukan tanpa memberi kebebasan pasangan untuk memilih.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com