Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Mau Jadi Perokok Pasif!

Kompas.com - 13/08/2009, 11:35 WIB

KOMPAS.com - Larangan merokok di tempat umum bukan berarti “memusuhi” para perokok dengan membatasi hak orang untuk merokok. Melainkan merupakan bagian dari sikap saling menghargai antara perokok dan nonperokok yang memang berhak atas udara bersih dan ingin hidup sehat.

Siapa sih perokok pasif? Perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok, tapi terpaksa mengisap asap rokok dari para perokok yang ada di dekatnya. Ironisnya, wanita dan anak-anak merupakan korban terbanyak yang terpaksa menjadi perokok pasif. Mereka inilah yang sebetulnya paling menderita dibanding si perokok sendiri. Pasalnya, banyak perokok yang tidak benar-benar mengisap dalam-dalam rokoknya sehingga asap yang dikeluarkannya jauh lebih banyak dan asap inilah yang terisap orang di sekitarnya. Bahaya asap rokok bagi perokok pasif ini semakin berlipat ganda jika para perokok aktif merokok di ruang tertutup.

AROL (Asap Rokok Orang Lain) adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya. AROL terdiri atas asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Jadi, perokok pasif mengisap tak kurang dari 75% bahaya berbahaya ditambah separuh dari asap yang diembuskan keluar oleh si perokok!

Sebenarnya semua orang tentu sudah mengetahui bahaya merokok. Sayangnya, hal ini masih sangat diabaikan. Rokok dan tembakau telah menjadi epidemi global yang mengakibatkan 1 orang meninggal setiap 6 detik. Rokok juga menjadi 7 dari 8 penyebab kematian utama di dunia. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada anak sekolah usia 13-15 tahun (1999-2006) di 132 negara menunjukkan 56% anak sekolah di dunia terpapar AROL di tempat-tempat umum.

Sementara laporan GYTS 2006 di Indonesia bahkan lebih tinggi lagi, yakni 81% anak sekolah terpapar asap rokok di tempat-tempat umum.
Hasil uji klinik yang melibatkan hampir 5.000 orang dewasa berusia lebih dari 50 tahun menunjukkan, paparan rokok kepada para perokok pasif meningkatkan risiko terserang demensia. Selain itu juga meningkatkan risiko kanker paru, diabetes, penyakit kardiovaskular, stroke, dan kematian pada perokok pasif. Bukan cuma itu. Tim peneliti yang diketuai Prof. David Llewellyn dari Universitas Cambridge juga menemukan, perokok pasif yang bergaul dengan para perokok memperlihatkan hasil tes kognitif yang buruk.

Budaya sungkan
Celakanya, rumah dan kantor adalah dua dari sekian banyak “cerobong asap” bagi para wanita dan anak-anak sebagai perokok pasif. Suami atau anggota keluarga lain yang merokok seenaknya di dalam rumah, maupun rekan kerja yang merokok dalam ruangan selagi bekerja atau rapat, masih kerap dijumpai. Belum lagi menghadapi para perokok yang menunjukkan sikap cuek di angkutan umum. Padahal dalam Pembukaan UUD 1945 jelas-jelas tertera kalimat yang menyatakan bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Termasuk melindungi kesehatan rakyatnya, dalam hal ini perokok pasif. 

Sayangnya, menegur perokok bukanlah urusan gampang. Di satu sisi, perokok pasif masih dihinggapi budaya sungkan untuk menegur. Sementara di sisi lain, tak jarang justru si perokok yang ditegurlah yang merasa tersinggung, bersikap cuek, memelototi, atau malah menyalahkan si perokok pasif mengapa berada di dekatnya. Mestinya, yang merokoklah yang harus tahu diri untuk segera mematikan rokoknya atau merokoklah di luar ruangan yang berudara bebas dan sirkulasi udaranya bagus.

Berangkat dari keprihatinan ini, ada baiknya menggalakkan kampanye “budaya malu merokok di tempat umum”. Akan lebih efektif bila kampanye ini digalakkan bersamaan dengan kampanye "jangan takut menegur mereka yang merokok di tempat umum”. Sebagai sosok yang paling banyak terkena imbasnya, sudah seharusnya perokok pasif meminimalisasi efek-efek negatif terhadap kesehatan dirinya yang bukan diakibatkan oleh dirinya sendiri.

Yang bisa Anda lakukan:
* Selalu katakan pada diri sendiri, "Saya berhak mendapatkan udara yang bersih!" 
* Jika di kantor belum ada aturan khusus larangan merokok di ruang kerja, jangan takut untuk mengusulkan kepada pimpinan demi kepentingan bersama. Bukankah jika karyawan sehat, perusahaan juga yang diuntungkan?
* Jika ada anggota keluarga yang merokok, buatlah aturan tegas tidak merokok dalam rumah. Mintalah mereka merokok di teras atau taman sehingga asap rokok langsung keluar ke udara bebas.
* Jauh lebih baik membujuk anggota keluarga untuk tidak merokok. Misalnya dengan memberi gambaran seandainya terkena penyakit serius yang membutuhkan biaya pengobatan tidak sedikit. Cara ini cenderung lebih ampuh dibanding menakut-nakuti mereka akan bahaya kematian akibat merokok.
* Tegurlah dengan sopan orang yang merokok di kendaraan umum ataupun di fasilitas umum lainnya. Ini jauh lebih efektif ketimbang menyindirnya dengan berpura-pura batuk atau mengibaskan tangan.
* Jika si perokok marah karena tidak berkenan ditegur, ya sudah, tinggalkan saja. Tetapi bukan berarti kita lantas kapok. Bagaimanapun, kita tetap harus bersikap asertif untuk ikut “mendidik” masyarakat.
* Jika Anda tak punya keberanian untuk menegur si perokok, mintalah bantuan orang lain yang lebih disegani, semisal satpam atau pengelola gedung/ruangan tersebut, untuk menegur si perokok.

Narasumber: Dr. Widyastuti Soerojo, MSc., dari Tobacco Control Support Centre - Ikatan Ahli Kesehatan Masyrakat Indonesia (IAKMI)

(Theresia Puspayanti/Nova)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com