Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cukai Rokok untuk Anggaran Kesehatan

Kompas.com - 22/01/2010, 08:38 WIB
 
SURABAYA, KOMPAS.com — Pemerintah dianjurkan menaikkan cukai rokok. Hasil pungutan kemudian dipakai untuk membiayai layanan kesehatan dan mendidik dokter.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo mengatakan, saat ini terhimpun dana rata-rata Rp 60 triliun setahun dari cukai rokok. Namun, hanya sekitar Rp 5 triliun dialokasikan untuk anggaran kesehatan. ”Sisanya dipakai untuk macam-macam, termasuk membangun tempat khusus merokok. Padahal, itu harusnya dibangun oleh pabrik rokok,” kata Prijo, Kamis (21/1/2010) di Surabaya, Jawa Timur.

Pola pembagian dan besaran cukai seharusnya diubah. Cukai rokok harusnya dinaikkan agar harganya mahal. ”Jika harganya terlalu mahal, lama-lama akan dihindari. Saat ini, rokok terlalu murah dan ironinya perokok paling banyak dari keluarga miskin. Bahkan, rokok menempati peringkat kedua dalam daftar belanja mayoritas keluarga miskin di Indonesia,” ujarnya.

Selain memperkecil kemungkinan orang merokok, kenaikan cukai juga akan menambah penghasilan negara. Agar optimal bagi kesehatan, sebaiknya seluruh hasil cukai atau setidaknya 50 persen dipakai untuk anggaran kesehatan. ”Separuh cukai setara Rp 30 triliun per tahun, sementara anggaran kesehatan saat ini hanya sekitar Rp 18 triliun per tahun. Kalau separuh cukai rokok untuk biaya kesehatan, layanan kesehatan bisa menjangkau semua orang,” katanya.

Selain untuk anggaran kesehatan, menurut Prijo, hasil cukai rokok juga bisa dipakai untuk membiayai pendidikan dokter. Saat ini, salah satu alasan biaya kesehatan mahal adalah karena biaya pendidikan dokter terlalu mahal. ”Pendidikan dokter memang mahal. Namun, seharusnya negara menanggungnya agar institusi pendidikan tidak terkesan mengomersialkan pendidikan dengan menarik bayaran tinggi,” ujarnya.

Prijo mengemukakan, Indonesia butuh delapan fakultas kedokteran lagi. Indonesia idealnya memiliki 80 fakultas kedokteran. ”Setiap satu fakultas kedokteran idealnya untuk tiga juta penduduk. Sekarang sudah ada 72 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia, tetapi belum tersebar merata,” katanya.

Bahkan, tambahnya, di beberapa kota ada tiga fakultas kedokteran, sementara penduduknya di bawah porsi ideal.

”Kalau terlalu banyak fakultas kedokteran di satu tempat susah untuk mencari dosennya, susah pula mencari referensi kasus,” kata Prijo. (RAZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com