Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Bermerek Kuasai Pasar

Kompas.com - 23/02/2010, 09:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelepasan harga obat pada mekanisme pasar mengakibatkan pasar dikuasai obat bermerek atau bernama dagang ketimbang obat generik. Padahal, obat bermerek dengan kandungan yang sama dengan obat generik harganya bisa jauh lebih mahal daripada obat generik.

Berdasarkan pemantauan, Senin (22/2/2010), sejumlah dokter di beberapa puskesmas dan rumah sakit pemerintah masih tetap meresepkan obat bermerek untuk pasien. Kewajiban untuk meresepkan obat generik sesuai kondisi medis pasien belum sepenuhnya dipatuhi.

Akibatnya, pasien dirugikan karena harus membayar obat dengan harga jauh lebih mahal.

”Pemerintah harus berperan besar dan tegas dalam mengatur harga obat sehingga masyarakat tidak dirugikan,” kata Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia sekaligus anggota Tim Rasionalisasi Harga Obat Generik Nasional di Kementerian Kesehatan Marius Widjajarta.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2005 pasar obat nasional yang mencapai Rp 21,07 triliun, pasar obat generik sangat minim hanya Rp 2,52 triliun. Adapun pada tahun 2009 pasar obat naik mencapai Rp 30,56 triliun. Meski demikian, pasar obat generik justru turun menjadi hanya Rp 2,37 triliun.

Farmakolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Prof Iwan Dwiprahasto, mengatakan, obat generik sulit menjadi populer karena tidak didukung struktur yang memadai. ”Regulasi yang ada belum benar-benar kuat mengontrol dan mengawasi semua dokter untuk meresepkan obat generik,” kata Iwan.

Dianggap tidak ampuh

Sementara di masyarakat, obat generik masih dipandang sebagai obat untuk orang miskin, obat puskesmas, obat curah, dan dianggap tidak ampuh. ”Selain itu, obat generik juga tidak pernah diiklankan dan dokter lebih banyak mengetahui tentang obat bermerek karena kerap didatangi petugas penjual obat. Jaminan ketersediaan obat generik juga masih jadi masalah,” ujarnya.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony Ch Sunarjo mengatakan, perusahaan farmasi tentu mendukung program obat generik yang dicanangkan pemerintah. Hanya saja, murahnya harga eceran tertinggi yang ditentukan pemerintah dan masih kecilnya pasar membuat obat generik tidak terlalu menarik.

”Perhitungan harga itu tidak sederhana dan begitu banyak faktornya,” ujarnya. Tidak hanya kalkulasi biaya produksi, promosi, dan distribusi, melainkan faktor psikologis harga. ”Sebagian masyarakat meyakini harga tidak menipu. Begitu harga obat bermerek terlalu murah malah dikira tidak ampuh atau tidak berkualitas,” ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com