Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Selaras dengan Gaya Hidup Herbal

Kompas.com - 03/04/2010, 11:42 WIB

Pengobatan dengan herbal menjadi alternatif bagi pasien yang ingin mencari kesembuhan. Ada yang lebih menyukai pendekatan alami agar tubuhnya seminimal mungkin terpapar zat kimia atau demi menghindari efek samping pemakaian obat kimia hingga alasan harga obat herbal yang relatif terjangkau.

"Herbal memang bisa mengobati, tetapi harus disadari karena cara kerjanya tidak instan seperti obat kimia, maka hanya dijadikan alternatif. Untuk penyakit jenis tertentu, seperti penyakit dalam, obat herbal dirasakan lebih cocok bagi sebagian pasien," kata Joko Kristianto BSc of Med, Kamis (1/4).

Joko, pemilik Toko Obat "Ketandan" di Solo, menempuh pendidikan strata 1 selama 5 tahun di Fakultas Kedokteran, Fujian Traditional China Medicine di Fuchou, China, yang khusus mempelajari pengobatan tradisional China.

Pengobatan herbal yang juga banyak dimanfaatkan adalah yang dikembangkan di India yang dikenal dengan Ayurveda atau bahkan dari Amerika Serikat (AS). "Mereka yang memanfaatkan obat herbal kami karena ingin menghindari obat kimia atau sudah berobat medis tetapi belum sembuh juga," kata Vina dari Ratu Veda yang memasarkan obat herbal dari India dan AS.

Sekretaris Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Jawa Tengah dr Lily Kresnowati, Jumat (2/4), mengatakan, selain dapat memperbaiki kualitas hidup, obat-obatan herbal juga mampu mempercepat penyembuhan pada penyakit tertentu.

"Biasanya, obat-obatan herbal ini diberikan dokter untuk mendampingi obat kimia. Di samping mengurangi rasa perih, obat herbal juga dapat memulihkan kondisi tubuh," kata Lily.

Pengalaman

Penggunaan obat herbal terhadap penyakit telah dibuktikan Ketua PDHMI Pusat dr Hardhi Pranata untuk mempercepat penyembuhan penyakit stroke. Penderita stroke dapat lebih cepat pulih karena obat herbal yang digunakan memiliki khasiat antiperadangan, seperti sambiloto dan pegegan, sehingga dapat mengendalikan faktor risiko yang memicu timbulnya penyakit stroke.

Salah satu konsumen obat herbal, Dwi Mahdayanti (21), menderita kanker payudara sejak awal 2009 dan beralih ke obat-obatan herbal sejak empat bulan terakhir setelah hampir putus asa mencoba obat-obatan kimiawi. "Sebenarnya saya pernah diminta dokter untuk operasi agar bisa sembuh, tetapi saya takut," kata Dwi yang masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Semarang.

Kini, Dwi mengakui, kanker yang dideritanya sudah memasuki tahap penyembuhan. Agar dapat sembuh, Dwi menjalani pengobatan herbal tiga kali sehari yang terdiri atas kapsul, ramuan bahan, kompres, dan salep.

Fatah, pengunjung Toko "Ketandan" mengatakan, ia membeli obat untuk ayahnya yang menderita diabetes. Setahun terakhir, ayahnya beralih ke obat herbal buatan pabrikan China karena biayanya lebih murah. "Sekali ke dokter habis Rp 700.000-Rp 1 juta. Kalau pakai obat herbal tidak semahal itu dan kata ayah terasa khasiatnya," katanya. (eki/ilo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com