Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Batu Ginjal pada Anak

Kompas.com - 04/08/2010, 11:16 WIB

Kompas.com - Para pakar kesehatan di Amerika Serikat sedang gundah. Data yang himpun dari 42 rumah sakit anak di negara adidaya tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kasus batu ginjal pada anak-anak.

Dari 125 kasus di tahun 1999 menjadi 1.389 pada tahun 2008. Hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Journal of Urology menunjukkan data yang tak jauh berbeda. Terjadi peningkatan  57 kasus per 100.000 anak yang diobati di rumah sakit pada tahun 2008 dari sebelumnya hanya 18 dari 100.000 di tahun 1999.

Batu ginjal pada umumnya diderita oleh orang dewasa berusia di atas 40 tahun. Namun sebenarnya penyakit ini bisa terjadi pada siapa saja, bahkan anak-anak. Walaupun batu ginjal tidak menyebabkan bahaya, namun bisa menimbulkan rasa sakit yang hebat.

Batu ginjal biasanya terjadi karena pembentukan kristal akibat urin terlalu pekat. Garam kalsium, asam urat, sistin dan bahan lain dalam urin dapat mengkristal dan membentuk endapan mineral bahkan hingga seukuran batu kerikil.

Nyeri biasanya terjadi bila batu terlepas, meninggalkan ginjal dan turun melalui ureter. Rasa nyeri bisa dirasa mulai dari punggung atau tubuh bagian samping di bawah tulang iga bawah. Ketika batu bergerak menuju kandung kemih, nyeri menyebar ke daerah pangkal paha. Namun, banyak juga batu dalam ginjal yang tidak memberi gejala dan baru terdeteksi saat dilakukan foto sinar X untuk masalah lain.

Menurut para ahli, batu ginjal pada anak-anak bisa dikaitkan dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti obesitas. Faktor lain yang juga berperan adalah pola makan. Kurang minum air putih dan banyak mengonsumsi makanan yang mengandung sodium dan lemak hewani ditengarai juga menyebabkan batu ginjal.

Mereka yang mempunyai batu ginjal harus minum air putih sedikitnya 6-8 gelas setiap hari, termasuk satu gelas sebelum tidur. Asupan cairan yang cukup akan mengencerkan urin sehingga kemungkinan pembentukan kristal menjadi kecil.

Jumlah kebutuhan air tubuh adalah 1 mililiter/kilo kalori (Kkal) kebutuhan energi tubuh kita. Kebutuhan energi remaja dan dewasa antara 1800-3000 Kkal, maka  kebutuhan air tubuh bagi remaja dan dewasa berkisar 1,8-3,0 liter/hari. Karena sekitar 1/3 konsumsi air tubuh kita diperoleh dari makanan, maka konsumsi air dari minuman sekitar 2 liter sehari.

Bahaya dehidrasi Menurut Prof.Dr.Ir.Hardinsyah, kepala The Indonesian Hydration Study (THIRST), anak-anak dan juga remaja merupakan kelompok yang rentan mengalami dehidrasi. Hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan, jumlah remaja Indonesia yang menderita dehidrasi ringan mencapai 49,5 persen dan orang dewasa sebesar 42,5 persen.

Ia menjelaskan, dehidrasi ringan itu lebih banyak disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya air minum disamping juga faktor kesulitan akses terhadap air bersih, terutama di sejumlah daerah di Indonesia.

Dr.Tan Shot Yen, dalam bukunya Saya Pilih Sehat dan Sembuh menyebutkan, tubuh manusia tidak mempunyai cadangan air untuk digunakan saat dehidrasi, itulah sebabnya manusia perlu minum sepanjang hari. Dehidrasi akan menyebabkan pengendapan racun pada celah jaringan, sendi, ginjal, hati, otak dan kulit. Air juga membersihkan racun, tulisnya.

Dr.Jonathan C.Routh dari Childrens Hospital Boston, AS, seperti dikutip reutershealth menyebutkan menjaga agar tubuh dalam keadaan hidrasi merupakan salah satu tindakan pencegahan terjadinya batu ginjal, termasuk untuk anak-anak.

Itu sebabnya para orangtua harus mengajarkan pada anak-anak pentingnya minum teratur sebelum merasa haus. Terutama pada saat cuaca panas seperti sekarang. Rasa haus merupakan pertanda bahwa tubuh sedang mengalami kehilangan cairan tubuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com