Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Palsu Masih Jadi Ancaman

Kompas.com - 06/08/2010, 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Obat palsu masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengestimasi, prevalensi obat palsu di negara berkembang sekitar 10 persen. Pendapatan dari perdagangan obat palsu pada tahun 2010 sebesar 75 juta dollar Amerika Serikat atau naik 92 persen dibandingkan pada tahun 2005.

Hal itu dikemukakan pemerhati penegakan hukum di bidang obat dan makanan, Weddy Mallyan, dalam acara diskusi bertajuk ”Obat Palsu Tanggung Jawab Siapa?”, Kamis (5/8). Weddy juga mantan Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008, obat palsu merupakan obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang- undangan atau produk obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah mendapatkan izin edar.

Dia mengatakan, obat palsu jelas berbahaya bagi kesehatan, mengingat tingginya risiko nilai dan faedahnya berkurang karena sudah dicampur dengan suatu bahan lain. Obat itu juga tidak memenuhi syarat keamanan dan kualitas yang terstandar lantaran tidak teregistrasi.

Obat yang sering dipalsukan ialah obat fast moving, seperti antibiotika, antiparasit, analgesic, antipiretik, antihipertensi, dan antidiabet. Lainnya ialah obat-obat mahal dan obat-obatan lain untuk disfungsi ereksi, antikolesterol, dan obat pelangsing.

Modus

Pembuatan obat palsu lokal biasanya dibuat oleh sarana ilegal oleh pelaku yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan melakukan pekerjaan kefarmasian. Jenis zat aktif sama kadarnya, tetapi berbeda spesifikasi zat aktif dan terkadang ada bahan tambahan. Kemasannya meniru kemasan dan penandaan produk yang dipalsukan. Tahap-tahap pembuatan obat kerap tidak dilakukan di satu tempat. Adapun obat palsu impor, proses importasi secara ilegal.

Dia mengatakan, masyarakat awam sulit membedakan antara obat palsu dan tidak. Untuk mencegahnya, membeli obat harus di tempat resmi yang berhak menjual obat.

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA BPOM Lucky S Slamet mengatakan, peredaran obat ilegal di Indonesia diperkirakan sekitar 10 persen. Termasuk di dalam kategori obat ilegal ialah obat palsu. ”Dari hasil operasi pasar dan pengujian, obat palsu yang beredar tidak sampai 1 persen,” ujarnya.

BPOM mengawasi, menguji, dan menginvestigasi obat-obatan yang beredar. ”Secara internal, kemampuan uji di lapangan dengan peralatan yang baik terus ditingkatkan,” ujarnya.

Selain itu juga telah dibentuk National Single Point of Contact yang beranggotakan beragam pemangku kepentingan. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com