Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Batita Susah Makan?

Kompas.com - 04/09/2010, 12:42 WIB

Kompas.com - Memilih makananbagi anak batita sering membuat pusing orangtua. Seringkali anak tak mau makan atau hanya memilih makanan kesukaannya. Kendati demikian, bukan berarti orangtua harus menuruti kemauan anak.

Menurut ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Victor Tambunan, M.S. pada periode usia 1-3 tahun, anak memang tengah mengalami penurunan nafsu makan. "Jadi, wajar saja kalau anak enggak nafsu makan. Tergantung pintar-pintarnya orang tua membujuk anak supaya mau makan," katanya.

Apalagi, lanjut Victor, periode usia 1-3 tahun disebut juga sebagai usia food jag  , yaitu anak cuma mau makan makanan yang ia sukai. Jadi, kalau orang tua juga "mendukung", ya, enggak heran bila akhirnya anak jadi food jag .

Itulah mengapa, Victor menganjurkan, "anak sebaiknya diperkenalkan juga dengan berbagai jenis makanan yang bervariasi." Anak usia 1-3 tahun, tambahnya, sudah boleh, kok, mengkonsumi makanan seperti yang dikonsumsi orang dewasa.

Cuma yang perlu dijaga, jangan berikan makanan terlalu merangsang semisal makanan pedas karena permukaan usus anak masih belum begitu kuat. "Makanan pedas akan merangsang pergerakan usus terlalu cepat sehingga bisa menyebabkan iritasi. Akibatnya, anak bisa mengalami diare," jelas Victor. P

Pentingnya mineral Secara umum, terang Victor, angka kecukupan gizi anak usia 1-3 tahun berada dalam satu kelompok. Jadi, kebutuhan vitamin, mineral, dan karbohidrat anak usia 1-3 tahun itu sama. Yang perlu dipahami, anak usia 1-3 tahun tak lagi mengalami pertumbuhan tubuh yang cepat sebagaimana terjadi di usia bayi. "Pertumbuhan berat dan tinggi badan anak usia 1-3 tahun akan lebih pelan. Setahun kira-kira hanya bertambah 2 kilo," kata Victor.

Karena di usia 1-3 tahun, yang berkembang lebih ke arah fungsi emosi dan kecerdasan. Oleh karena itu, selain vitamin dan karbohidrat, di usia ini anak memerlukan beberapa mineral tertentu seperti zat besi, kalsium, dan juga zinc (seng). Zat besi penting untuk darah dan perkembangan kognitif. "Penelitian membuktikan, anak yang menderita defisiensi zat besi akan mengalami gangguan psikomotor, termasuk gangguan kecerdasan," jelas Victor.

Sedangkan kalsium bermanfaat untuk pertumbuhan tulang dan seng untuk pembentukan enzim seperti enzim pertumbuhan, pencernaan atau metabolisme. Zat besi terdapat terutama pada bahan makanan hewani seperti daging dan hati.

Bila anak tak begitu suka makan daging atau hati, bisa diganti dengan makanan lain yang memiliki gizi sama seperti telur. Bisa juga diganti dengan makanan yang berasal dari nabati seperti tempe dan tahu. "Tapi memang kandungan gizinya tak selengkap daging atau hati yang berasal dari hewani," kata Victor.

Sementara sayuran seperti bayam juga mengandung zat besi tapi bukan yang baik. Karena pada bayam terdapat oksalat yang akan mengganggu penyerapan zat besi. Seng juga terdapat pada bahan makanan hewani seperti daging dan ikan, sementara kalsium bisa diperoleh dari susu.

Yang perlu diperhatikan, jangan sampai anak kelebihan mineral karena bisa berdampak buruk. Kelebihan seng, misalnya, bisa menimbulkan gangguan pada organ-organ tertentu seperti hati. "Kasus ini pernah dilaporkan di daerah yang kadar sengnya tinggi. Di sana setiap hari orang minum air yang berkadar seng tinggi. Lama-lama tentunya akan terjadi akumulasi," tutur Victor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com