Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ortu 'Gaptek', Anak Rentan Adiksi Pornografi

Kompas.com - 04/10/2010, 09:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ancaman pornografi terhadap anak-anak dan remaja saat ini semakin mengkhawatirkan seiring derasnya perkembangan teknologi informasi. Orangtua sebagai sosok yang paling perperan dalam proses tumbuh kembang anak seharusnya melakukan antisipasi guna mencegah adiksi atau kecanduan pornografi generasi muda.

Namun sayangnya, tidak banyak orangtua mau melakukannya. Mereka seperti tidak sadar dan abai terhadap efek perkembangan teknologi. Padahal, mengabaikan teknologi menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya kecanduan pornografi pada anak dan remaja.

"Kebanyakan orangtua enggak punya antisipasi akan apa yang akan terjadi, disentifikasi (kultur pingsan). Jangankan antisipasi, rata-rata tidak sadar (akan efek perkembangan teknologi)," ungkap psikolog Elly Risman di sela acara "Mengenali dan Mengatasi Adiksi Pornografi pada Anak dan Remaja" di Universitas Paramadina, beberapa waktu lalu.

Contoh ketidaksadaran itu diterapkan orangtua dengan memanjakan anaknya dengan perangkat gadget yang tidak sesuai kapasitas mereka. "Sebanyak 60 persen anak mendapat peralatan (gadget) dari orangtuanya tanpa alasan yang jelas," kata Elly.

Hal itu terjadi karena, "Dari sisi orangtua, malu kalau anaknya belum punya (gadget), takut anaknya minder, takut 'gaptek (gagap teknologi)', takut enggak bisa bersaing di masa depan. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka berikan bisa memberi dampak karena terlalu berprasangka baik pada teknologi," kata Elly.

Oleh sebab itu, salah satu upaya yang harus dilakukan orangtua adalah mengimbangi kemampuan teknologi anaknya. "Orangtua tidak boleh gaptek. Kita hidup di revolusi teknologi yang kecepatannya melebihi desah napas kita. Maka kita jangan mengajarkan menggunakan cara 20 hingga 30 tahun lalu, " tegas Elly.

Tindakan preventif itu terangkum dalam konsep awareness, knowledge, attitude, practise (AKAP). Di mana, menurut Elly, tindakan preventif dimulai dengan kewaspadaan orangtua akan situasi yang terjadi, mengikuti seminar-seminar sehingga menambah pengetahuan, dan dapat mencontohkan tindakan-tindakan yang baik kepada si anak.

Menurut Elly, hal ini wajib dilakukan para orangtua mengingat ada faktor yang miss pada penyuluhan tentang seksualitas bagi anak-anak dan remaja saat ini.

"Pemerintah menyatakan pendidikan seks dimulai sejak umur 13 hingga 21 tahun karena dianggap anak tersebut telah memasuki fase dewasa. Padahal kenyataannya, 52 persen anak perempuan menstruasi pada usia 9 tahun, 48 persen anak laki-laki mimpi basah umur 10-11 tahun, sehingga tidak masuk kategori di atas," katanya.

Berdasarkan suatu penelitian terhadap anak-anak sekolah pada 2006, sebanyak 67 persen anak kelas 4 sampai 6 mengaku sudah melihat pornografi. Sekitar 24 persen di antaranya diakses dari komik dan 22 persen dari internet. Sementara di antara mereka yang melihat pornografi, sebanyak 44 persen mengaku merasa jijik, sedangkan 22 persen merasa sudah biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com