Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenaga Kesehatan Dilarang Menerima Hadiah

Kompas.com - 21/10/2010, 07:24 WIB

Jakarta, Kompas - Tenaga dan fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, dilarang menerima hadiah atau bantuan apa pun dari produsen makanan pengganti air susu ibu eksklusif. Hal tersebut akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu yang mendekati masa akhir penyusunannya.

Dalam Pasal 13 draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberian ASI eksklusif versi 19 Oktober 2010, tercantum bahwa setiap tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif.

Dikecualikan jika bantuan tersebut ditujukan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lain yang sejenis. Bantuan itu pun dengan syarat tidak mengikat, pelaksanaan secara terbuka, hanya diberikan melalui organisasi profesi di bidang kesehatan, institusi pendidikan kesehatan dan/atau institusi pelayanan kesehatan, serta tidak menampilkan dalam segala bentuk logo dan nama produk susu formula bayi dan produk bayi lainnya. Bantuan itu juga harus dilaporkan kepada pemerintah.

Ketua Divisi Advokasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) sekaligus anggota Koalisi Advokasi ASI, Amanda Tasya, mengatakan, Rabu (20/10), peraturan itu guna menjamin hak anak atas ASI eksklusif. Pemberian hadiah kepada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan yang menghambat pemberian ASI eksklusif.

”Sangat alamiah jika produsen mempunyai target-target penjualan dibalik pemberian berbagai bantuan dan ini menimbulkan konflik kepentingan,” ungkapnya.

Anggota Koalisi Advokasi ASI, Agus Pambagio, mengatakan, dalam kode WHO, memang masih diizinkan pemberian bantuan untuk pengembangan, penelitian, dan pelatihan. ”Namun, negara seharusnya dapat menciptakan peraturan lebih ketat karena itu merupakan batas minimum,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum AIMI Nia Umar mengatakan, RPP tersebut nantinya merupakan peranti hukum yang harus disertai dengan berbagai program untuk implementasi di lapangan. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com