Yogyakarta, Kompas -
Kepala BKKBN Sugiri Syarif seusai penutupan Konferensi Internasional Memajukan Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu untuk Mengurangi Kemiskinan di Yogyakarta, Rabu (27/10), mengatakan, BKKBN sudah menganggarkan Rp 144 miliar pada 2011 untuk melatih para dokter dan bidan tersebut.
Hal itu dilakukan untuk mendukung sistem penanganan ibu melahirkan yang dilakukan Kementerian Kesehatan dengan menggratiskan biaya persalinan bagi seluruh ibu melahirkan di rumah sakit pemerintah kelas III. Setelah memanfaatkan fasilitas pembayaran melahirkan oleh pemerintah itu, para ibu diwajibkan untuk menjadi akseptor Keluarga Berencana.
”Dengan ber-KB, risiko ibu melahirkan akan berkurang. Itu berarti dapat mengurangi angka kematian ibu saat melahirkan,” katanya.
Implan dan IUD dipilih karena teknis pemasangan jenis kontrasepsi itu paling belum dikuasai oleh tenaga kesehatan. Padahal, pola KB saat ini, akseptor bebas memilih jenis kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatannya.
”Kalau yang paling aman dengan vasektomi atau tubektomi. Tapi, banyak masyarakat belum siap dengan metode itu,” ujarnya.
Angka kematian ibu melahirkan pada 2007 mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah itu harus diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015.
Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Budiharja mengatakan, program jaminan persalinan itu akan mulai dilakukan secara bertahap pada tahun 2011 hingga 2015. Untuk tahun 2011, jaminan persalinan itu dianggarkan sebesar Rp 1,7 triliun bagi 1,6 juta-1,7 juta ibu melahirkan. (MZW)