Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelestarian Ubi Cilembu Terancam

Kompas.com - 22/12/2010, 05:51 WIB

Kalau singgah ke Bandung lalu ke arah Kabupaten Sumedang atau Garut, Jawa Barat, ubi cilembu yang sudah terkenal itu akan mudah dijumpai. Di jalan sepanjang puluhan kilometer, kios-kios memasang papan dengan tulisan besar-besar: ”ubi cilembu”. Akan tetapi, bisa jadi pembeli terkecoh.

Penjaja ubi, Yosef Nugraha (28), misalnya, memasang papan yang amat kentara di Jalan Raya Cileunyi, Kabupaten Bandung. Ia pasang papan styrofoam bertuliskan, ”jual ubi cilembu bakar”. Namun, saat ditanya, Yosef malah mengaku menjual ubi jenis jawer.

”Semua penjual ubi di sepanjang Jalan Raya Cileunyi begitu. Belum tentu menjual ubi cilembu. Padahal, mereka pasang papan dengan tulisan ubi cilembu,” katanya.

Malah, menurut Yosef, di tepi jalan dari Cileunyi hingga Nagreg sepanjang lebih kurang 20 km para penjual enggan menjajakan ubi cilembu.

”Kebanyakan, ubi yang dijual seperti jawer, rancung, atau inul. Kalau ada ubi cilembu, ya, saya jual, tetapi masalahnya, stok sering tak ada,” tuturnya.

Ubi yang diklaim cilembu juga bukan ditanam di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Sumedang. Desa itu terletak di sebelah timur Bandung dengan jarak sekitar 30 km. Ubi yang dijajakan penjual, ungkap Yosef, ditanam di desa-desa di Kecamatan Rancakalong, Sumedang.

Soal ubi cilembu memang agak memusingkan. Harus dibedakan dulu antara ubi cilembu sebagai jenis tanaman (Ipomoea batatas var cilembu) dan ubi yang ditanam di Desa Cilembu. Di Desa itu ditanami berbagai macam ubi, tak hanya cilembu. Jenis-jenisnya seperti yang disebutkan Yosef tadi.

Wawan Karnawan (45), penjual ubi di Jalan Raya Tanjung Sari, Sumedang, menyampaikan pendapat serupa. Banyak pedagang di jalan sepanjang hampir 10 km dari Kecamatan Jatinangor hingga Pamulihan itu mengaku menjual ubi cilembu. Padahal, bukan ubi cilembu yang dijual.

Para penjual mencantumkan label ubi cilembu sekadar sebagai daya tarik karena nama itu sudah tersohor di kalangan penggemar ubi. Tak hanya penjaja yang enggan menjual ubi cilembu, petani pun tak bergairah menanamnya. Maka, tak heran jika kelestarian ubi cilembu terancam.

Keengganan itu pula yang diakui Taryana (35), petani ubi di Desa Cilembu. Penyebabnya, masa produksi ubi cilembu lebih lama, membutuhkan tujuh bulan. Sementara, masa produksi jenis-jenis ubi lain lebih singkat. Hanya 4-5 bulan sudah panen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com