Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bikin Batik Cap Pun Harus Pakai "Feeling"

Kompas.com - 08/01/2011, 23:49 WIB

KOMPAS.com - Industri batik sedang berkembang pesat saat ini. Untuk memenuhi permintaan para penggemar motif batik, pelaku industri memproduksi kain batik yang proses pembuatannya lebih instan. Pembatik tidak harus melukisnya dengan canting setitik demi setitik seperti pada batik tulis, melainkan dengan semacam cetakan yang sudah bermotif batik. Kain batik pun lebih cepat jadi, dan harganya juga jadi lebih terjangkau. Batik semacam ini disebut batik cap.

Tidak seperti batik tulis yang proses pelukisan malamnya umumnya dikerjakan oleh kaum wanita, batik cap justru lebih sering dilakukan kaum pria. "Soalnya laki-laki itu tidak telaten kalau harus membatik (tulis). Lagipula canting cap itu berat, jadi lebih cocok dikerjakan laki-laki," kata Nur Cahyo, pemilik Batik Cahyo, saat menerima kunjungan wartawan dan PT Kao Indonesia di workshop batik capnya di kawasan Sampang, Pekalongan, Desember lalu.

Selain proses pelukisan motif batik yang menggunakan cetakan, atau canting cap, proses selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti saat membuat batik tulis. Misalnya dari proses pewarnaannya (bisa dengan pewarna alami atau pewarna kimia) yang harus berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan, atau dari proses nglorodnya.

Ketika kami berkunjung ke balai kerja Cahyo tersebut, aktivitas pencapan pada kain tengah berlangsung. Hanya tiga pekerja pria yang tampak sedang mengerjakan proses membatik ini. Ada dua tahap yang dilakukan untuk menghasilkan motif batik pada kain, yaitu membuat motif dasar dengan canting cap, dan menjaplak atau memindahkan motif bunga dari cetakan kertas ke kain. Motif bunga ini nanti hanya muncul di sana-sini.

Sepintas, canting cap itu bentuknya seperti setrika arang. Cahyo memiliki ratusan canting cap beraneka motif di balai kerjanya. Canting cap harus dipesan ke pengrajin dengan memberikan motif yang diinginkan. Sebuah canting cap harganya sekitar Rp 300.000 - Rp 500.000, tergantung motifnya.

Canting yang dibuat dari tembaga ini ukurannya juga berbeda-beda, tergantung besar kecilnya motif, dan apakah juga berisi isen-isen (bidang kosong yang harus diisi dengan guratan-guratan kecil). Canting yang rata-rata berukuran sekitar 15 x 25 cm ini lalu dicelup ke cairan malam, lalu dicapkan di atas kain, setapak demi setapak.

Meskipun kesannya lebih praktis dan cepat (satu hari bisa jadi 10 helai kain batik), membuat batik cap tetap membutuhkan ketelitian yang tinggi. Batik cap milik Cahyo, misalnya, tetap dikenal dengan kehalusannya. Kehalusan ini tampak dari presisi peletakan canting cap di sekujur bidang kain. Tidak ada garis sambungan yang meleset, semuanya pas.

"Tukang cap harus memastikan agar nyambungnya pas. Kalau tukang capnya tidak profesional, lilinnya bisa menempel di cantingnya," tukas Cahyo. Kalau sudah begitu, seperti ada garis-garis yang menebal atau menggumpal di kain. Repotnya, ketidaksempurnaan ini seringkali baru terlihat setelah proses pewarnaan.

Agar tidak terjadi hal semacam ini, tukang cap harus mampu membuat komposisi malam yang tepat. Itu bisa diperoleh dengan memerhatikan tingkat panas dan kekentalan malamnya. Pendek kata, batik cap pun membutuhkan satu feeling dalam pengerjaannya. Hanya dengan komitmen untuk mendapatkan yang terbaik lah, tercipta karya batik cap yang berkualitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com