Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Beras Organik Sulit Penuhi Ekspor

Kompas.com - 12/03/2011, 06:25 WIB

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Simpatik Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, kesulitan memenuhi permintaan ekspor beras organik. Mereka baru bisa memenuhi permintaan ekspor beras organik sebanyak 18 ton per bulan karena keterbatasan lahan dan tenaga penyortir beras.

"Permintaan eskspor beras organik sangat tinggi. Total permintaan bisa mencapai lebih dari 90 ton per bulan," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani Simpatik Uu Saeful Bahri di Tasikmalaya, Jumat (11/3/2011).

Uu mengatakan, tingginya permintaan ekspor dari Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Jerman, dan Uni Emirate Arab sejak tahun 2009 belum bisa terpenuhi. Salah satu kendalanya adalah keterbatasan lahan dan tenaga penyortiran. Padahal, bila lahan mampu ditambah dan telah tersertifikasi secara internasional, Uu yakin hasil panen lebih banyak dan permintaan ekspor pasti terpenuhi.

Saat ini, di Tasikmalaya ada 320 hektar lahan sawah organik yang telah dikelola sejak lima tahun yang lalu sehingga mendapat sertifikat organik internasional dan perdagangan berkeadilan dari The Institute for Marketologi (IMO) yang berbasis di Swiss.

Sedangkan sebanyak 60 hektar lainnya baru mendapatkan sertifikasi Standar Nasional Indonesia. Saat ini, total sawah di Kabupaten Tasikmalaya mencapai 49.595 hektar.

Uu mengatakan, satu hektar lahan organik mampu menghasilkan 7-12 ton gabah sesuai kondisi tanah dan kualitas pengairan. Hal ini berbeda dengan pertanian konvensiona l yang hanya mampu menghasilkan 5-6 ton gabah per hektar.

Harga jual beras organik pun terbilang sangat tinggi. Kini, beras organik dijual antara Rp 4.500-Rp.5000 per Kg. Lebih tinggi dari harga beras konvensional berkualitas sekitar Rp 4.000 per Kg.

Oleh karena itu, Uu berharap semakin banyak petani bisa menerapkan sistem penanaman organik. Alasannya, pertanian organik bisa meningkatkan kesejahteraan petani dan memenuhi persediaan beras dalam negeri karena memiliki hasil panen yang lebih besar ketimbang sawah konsvensional.

"Petani bisa diuntungkan pendapatannya dan negara tidak perlu repot mengimpor beras dari negara lain," ujarnya.

Koordinator Penyuluh dan Mantri Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Cisayong, Enang Ruspandi mengatakan, pertanian organik telah diminati banyak petani di daerahnya. Saat ini, sebanyak 62 hektar lahan sawah di Cisayong sudah diolah secara organik oleh 200 orang petani.

Namun, baru 16 hektar yang diolah 32 petani yang sudah mendapatkan sertifikasi IMO untuk eskpor ke luar negeri. Rata-rata hasil panen per hektar mencapai 7 ton.

Enang mengatakan pihaknya akan terus mempromosikan pertanian jenis organik ini agar semakin dikenal masyarakat. Alasannya, metode penanamannya tidak jauh berbeda dengan sawah konvensional tapi mampu memberikan hasil yang jauh lebih besar.

"Memang yang dibutuhkan adalah pelatihan awal dan ketelatenan petani memelihara padi. Bila dua hal itu sudah terpenuhi maka akan ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan petani, ujarnya."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com