Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Kebijakan Obat Nasional?

Kompas.com - 01/04/2011, 10:20 WIB

Oleh Kartono Mohamad

Pada awal tahun 1970-an Indonesia membuka kesempatan bagi industri farmasi internasional menanam modal di Indonesia. Mulailah PMA bidang farmasi berbondong-bondong masuk ke Indonesia.

Pemerintah Indonesia waktu itu menetapkan, setelah lima tahun beroperasi, industri farmasi asing harus sudah memproduksi bahan baku di Indonesia. Kemudian, dibuka pula kesempatan bagi modal dalam negeri untuk membuka pabrik farmasi.

Dalam waktu singkat jumlah merek dan jenis obat jadi di Indonesia meningkat cepat. Salah satu alasan dibiarkannya begitu banyak jenis dan merek obat adalah persaingan mereka di pasar sehingga harga makin murah. Sulit dimengerti bahwa pakar farmasi di Departemen Kesehatan menyamakan perdagangan obat dengan baju, yang semakin banyak merek semakin murah harganya.

Persaingan obat dan baju sangat berbeda. Dalam produk konsumsi, seperti baju, konsumen dapat memilih dan memutuskan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal obat, terutama obat etikal, konsumen sama sekali tidak tahu mana yang harus ia beli, mana yang paling cocok dengan penyakitnya, dan mana yang mutunya lebih baik. Yang menentukan adalah dokter. Konsumen terpaksa membeli, berapa pun harganya. Maka, persaingan terjadi dengan cara membujuk dokter agar meresepkan produk tertentu.

Obat esensial

Kebijakan pertama seharusnya menetapkan jenis obat apa saja yang secara esensial diperlukan rakyat Indonesia. Di luar jenis itu, seharusnya izin memproduksi dan mengedarkannya dipersulit. Di situlah perlunya pemerintah menyusun daftar obat esensial (DOE) tanpa menentukan merek dagang yang akan beredar asal mutunya memenuhi syarat. DOE selanjutnya menjadi pedoman bagi rumah sakit pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk pengadaan obat. Dengan demikian, ada efisiensi penggunaan dan pemantauan rezim terapi.

Banyaknya jenis obat yang beredar saat ini membuat persaingan tidak sehat dan berdampak pada kekacauan dalam menentukan terapi yang efektif dan efisien. Jenis yang sangat banyak dan merek dagang yang juga sangat banyak ini akibat mudahnya pemerintah memberi izin (terutama lokal) untuk membuka pabrik obat. Banyak yang sebenarnya tidak profesional dan bahkan tidak berlatar belakang membuat obat.

Sebagian besar dari mereka hanya menjadi perakit obat dengan hanya bermodal membeli mesin dan bahan pembuat obat. Bandingkan, misalnya, dengan Bayer atau Hoechst (dulu) yang bermula dari pabrik kimia dan kemudian melalui penelitian dapat menemukan bahan berkhasiat obat.

Akibat perizinan yang begitu lunak—tanpa melihat jangka panjang—industri farmasi lokal berkembang sangat cepat. Padahal, pangsa pasar sangat kecil. Mereka kemudian hanya memproduksi obat-obat ”latah” (meniru). Ini pula yang membuat merek dagang untuk jenis yang sama menjadi sangat besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com