Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Ortu Tak Tahu Anak Mulai Puber

Kompas.com - 06/04/2011, 18:00 WIB

KOMPAS.com - Tak banyak orangtua yang memahami pubertas pada anak. Alhasil, saat anak mengalami pubertas, ia menjalaninya sendiri tanpa pendampingan, hingga akhirnya muncul berbagai masalah pada remaja. Bukan salah orangtua jika kemudian anak tumbuh berkembang menjadi remaja bermasalah dengan diri atau lingkungannya. Namun menjadi kesalahan bagi orangtua, jika tak mau belajar dan mencari pengetahuan seputar pubertas agar bisa mendampingi tumbuh kembang anak pada masa penting ini.

Dokter spesialis anak, dr Aditya Suryansyah Semendawai, SpA, menjelaskan, anak-anak akan mengalami masa transisi dari anak menuju dewasa secara bertahap. Pada masa pubertas, anak akan mengalami perubahan fisik dan psikologis. Saat inilah anak mulai dikelompokkan sebagai remaja, dan pubertas adalah tanda-tandanya. Secara umur, masa pubertas bervariasi namun umumnya 8-13 tahun untuk perempuan, dan 9-14 tahun untuk laki-laki.

"Puber adalah tanda-tanda, dan remaja adalah kelompoknya. Banyak orangtua tidak mengerti pubertas. Orangtua hanya tahu saat anak perempuan puber saat menstruasi, atau anak laki-laki puber saat mimpi basah. Padahal mens atau mimpi basah ini adalah puncak pubertas. Seharusnya orangtua sudah mengenali atau mendampingi anak memasuki masa pubertas sebelum masa puncaknya," jelas dr Adit, saat peluncuran buku perdananya, Panik Saat Puber? Say No!!! di Magenta Cafe, Pacific Place Jakarta, Rabu (6/4/2011).

Banyak tanda pubertas yang dialami anak sebelum mereka mens atau mimpi basah. Nah, orangtua perlu mendampingi setiap perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada anak sejak dini, karena setiap anak akan mengalami perbedaan waktu dalam mengalami puber. Bahkan, sejumlah anak bisa saja mengalami pubertas dini (di bawah 8 tahun) atau bahkan pubertas terlambat (di atas 14 tahun). Perubahan fisik dan psikilogis dalam diri anak perlu dipantau secara mendetail oleh orangtuanya. Karena itulah orangtua perlu memposisikan dirinya sebagai teman kepada anak, terutama saat anak beranjak remaja.

Psikolog klinis keluarga, dra Louise Maspaitella, MPsi, menjelaskan, kebanyakan orangtua mengalami masalah komunikasi dalam keluarga. Orangtua, lanjutnya, tanpa sadar masih menganggap anaknya sebagai "baby". Padahal, orangtua perlu lebih demokratis, menerima anak apa adanya, mendengarkan anak agar anak belajar meneladani orangtuanya.

"Komunikasi orangtua anak perlu dibangun sejak dalam kandungan, berlanjut saat batita, balita, dan masa usia sekolah dasar di mana biasanya anak terabaikan. Orangtua perlu merangkul anak dengan nyaman. Persoalan yang terjadi kebanyakan adalah, apakah orangtua mau atau tidak merangkul anak? Sebab, tanpa merangkul anak, orangtua akan kehilangan anak meski secara fisik anak hadir dalam keluarga. Kehilangan di sini dalam arti, anak akan merasa lebih nyaman berbicara dengan teman-temannya, mencari informasi dari luar yang belum tentu benar," jelasnya.

Dengan memantau perubahan fisik anak menuju remaja, orangtua bisa melakukan berbagai penanganan. Jika anak mengalami masalah secara fisik atau psikologis saat mengalami masa transisi, orangtua bisa meminta bantuan pakar.

Dr Adit menyontohkan, ada anak remaja yang sakit lalu dibawa ke dokter untuk diobati. Setelah diajak bicara, diketahui bahwa anak ini sebenarnya sedang jatuh cinta. Hanya dengan berkomunikasi dari hati ke hati, anak ini bisa pulang tanpa diberi obat karena memang masalah yang dialaminya bukan sakit fisik, tetapi sakit karena jatuh cinta. Menanggapi hal ini, Louise mengatakan orangtua perlu menambah asupan wawasan untuk menangangi anak saat pubertas. Masalah hormonal saat puber memengaruhi emosi, selain juga berdampak pada hal lain seperti malas makan hingga migrain, susah tidur, sehingga tumbuh kembang pun menjadi terganggu.

"Karenanya faktor psikologis tidak boleh putus dalam mengasuh anak. Lakukan pendekatan cinta, berbicaralah kepada anak dengan hati," jelasnya. Inilah mengapa penting bagi orangtua untuk membekali diri mengenai pubertas agar tak melihat masa puber dari sisi negatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com