Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makanan Ber-MSG Bikin Gemuk?

Kompas.com - 30/05/2011, 11:40 WIB

KOMPAS.com Makanan yang diberi penguat rasa atau monosodium glutamate (MSG) selama ini lebih dikaitkan dengan "sindrom restoran China" berupa rasa pusing dan mual. Namun, hasil penelitian terbaru menunjukkan makanan dengan MSG mungkin juga menyebabkan peningkatan berat badan.

Meski MSG bukan faktor utama penyebab kegemukan, tim yang dipimpin Ka He, ahli nutrisi dari Universitas North Carolina, Chapel Hill, menemukan orang-orang yang menderita obesitas atau kegemukan pada umumnya mengonsumsi makanan ber-MSG terlalu banyak.

"Walaupun risikonya kecil, implikasinya pada kesehatan masyarakat sangat besar. Hampir setiap orang mengonsumsi makanan dengan tambahan rasa," kata Ka He, seperti dikutip Reuters Health.

MSG merupakan bahan tambahan pangan yang paling banyak dipakai di dunia, terutama pada masakan Asia, untuk memberikan rasa gurih. Meski dinyatakan aman, pada orang yang sensitif, makanan ber-MSG bisa menimbulkan keluhan sakit kepala, mual, dan berbagai reaksi lainnya.

Studi mengenai MSG dengan kegemukan sudah sejak lama dilakukan, tetapi belum mendapatkan satu kesimpulan. Para ilmuwan menduga orang yang suka makanan ber-MSG menjadi gemuk karena porsi makan bertambah akibat rasa lezat makanan. Sementara itu, studi lain menunjukkan bahwa MSG mengganggu sistem sinyal di tubuh yang mengatur nafsu makan.

Dalam studi teranyar yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition, He dan timnya mengikuti lebih dari 10.000 orang di China selama 5,5 tahun. Para peneliti mengukur asupan MSG secara langsung pada kemasan makanan, sebelum dan sesudah dikonsumsi, untuk mengetahui dengan akurat berapa banyak yang dikonsumsi. Para peneliti juga menanyai para responden berapa banyak konsumsi MSG dalam 24 jam terakhir.

Pria dan wanita yang mengonsumsi MSG cukup banyak (sekitar 5 gram sehari) berisiko 30 persen lebih tinggi mengalami kenaikan berat badan pada akhir penelitian dibanding dengan yang lebih sedikit mengasup makanan ber-MSG. Kemudian, orang-orang yang sudah tergolong obesitas tidak dimasukkan dalam perhitungan, risikonya sekitar 33 persen.

Tidak seperti di Amerika, obesitas bukanlah masalah besar di China sehingga MSG bukan penyebab utama kegemukan di negara tersebut. Namun, orang China cenderung lebih aktif sehingga hal ini membantu mereka membakar kelebihan kalori yang mungkin disebabkan oleh penambah rasa pada makanan.

He sendiri belum bisa menyimpulkan mengapa MSG menyebabkan kegemukan. Namun, ia menyebutkan hal itu mungkin terkait dengan hormon leptin, yang mengatur nafsu makan dan metabolisme. Ia menemukan orang yang banyak mengasup makanan ber-MSG memiliki lebih banyak leptin.

"Konsumsi MSG mungkin menyebabkan resistensi leptin sehingga tubuh tidak bisa memproses energi yang didapat dari makanan secara sempurna. Itu sebabnya mengapa berat badan orang yang mengonsumsi MSG bertambah sesuai dengan jumlah kalori yang diasupnya," katanya.

Akan tetapi, Ivan Araujo dari Universitas Yale, yang pernah meneliti efek MSG pada leptin, mengatakan tidak yakin dengan penelitian He tersebut. Ia mengatakan, leptin dilepaskan oleh sel lemak sehingga orang yang gemuk memiliki lebih banyak leptin dalam darahnya. Efek MSG dalam kadar leptin, menurutnya, merupakan cerminan massa tubuh.

Ia menyebutkan, paparan makanan ber-MSG tinggi dalam waktu lama mungkin memicu resistensi leptin dengan cara rusaknya area otak di hipotalamus.

Araujo menambahkan, orang yang mengonsumsi makanan ber-MSG juga berarti mengonsumsi lebih banyak garam sehingga hal ini akan menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh dan penambahan berat badan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com