Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Berlanjut dengan "Stoma"

Kompas.com - 12/06/2011, 13:22 WIB

Oleh: Nur Hidayati

Dengan perut yang ”berlubang”, mereka tetap menjalani kehidupan normal. Kantong tambahan di perut sudah dianggap sebagai bagian dari tubuh.

M Hanif Arinto (36) memilih hidup lebih ”merdeka” sejak tiga tahun lalu. Dulu ia suka fotografi, tetapi tak berani memotret. Kini, hampir tiap momen kegiatan tak luput dari jepretan kameranya. Dulu ia mengagumi keterampilan disc-jockey, tetapi enggan ke klub. Kini ia bisa menikmati clubbing tanpa rokok dan minuman beralkohol.

Hanif tak lagi melewatkan hari libur untuk berdiam di rumah. Konsultan teknologi informasi ini mengisi akhir pekan dengan kepanitiaan dalam rupa-rupa kegiatan. Di luar jam kantor, ia juga menjadi sukarelawan dalam beberapa forum, antara lain Project Management Institute-Indonesia dan Yayasan Kanker Indonesia.

”Kalau nggak kena kanker, saya mungkin nggak akan pernah membebaskan diri dari pagar-pagar yang saya rasakan membelenggu itu,” ujar Hanif.

Ya, Hanif mengumpamakan kanker yang menderanya sebagai ”hadiah” Tuhan untuk membuat ia lebih berani merangkul kehidupan.

Februari 2008, badai memang serasa menghantam Hanif ketika mendengar ”vonis” dokter bahwa ia mengidap kanker usus besar stadium tiga. Dalam keadaan syok, ia sempat tak mau kembali ke dokter.

Kesakitan yang amat sangat memaksanya menyerah di meja operasi, Juli 2008. Demi menyelamatkan nyawanya, dibuatlah stoma atau lubang di perut. Dengan stoma itu, kotoran langsung dibuang dari usus besar ke kantong yang dipasang di situ.

Menyusul operasi ini, dijalaninya rangkaian kemoterapi, 35 kali radioterapi, lalu disambung dengan kemoterapi berikutnya. Hingga saat ini sel kanker masih hidup di tubuh Hanif. Ia belum dinyatakan sembuh.

Meski begitu, ia menemukan keberanian dan kesadaran untuk tidak menyia-nyiakan waktu yang masih dimilikinya. Banyak hal masih ia syukuri. Dalam masa kemoterapi dan radioterapi, ia masih bisa masuk kantor dan bekerja meski kerap diselingi ”mabuk” oleh rasa mual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com