Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan Kelompok agar Tak Merasa Sendirian

Kompas.com - 18/08/2011, 11:23 WIB

Kompas.com - Kurang populernya penyakit psoriasis sering membuat penderitanya merasa sendirian, marah, merasa masa depannya suram, dan menyesali nasibnya karena menderita psoriasis.

Pengalaman tersebut juga dirasakan oleh Helena Intan (46) ketika didiagnosis menderita psoriasis oleh dokter di tahun 2001. "Pada saat itu tidak ada informasi mengenai penyakit ini. Sebenarnya ini bukan penyakit langka tapi informasinya yang sangat langka," katanya.

Setahun kemudian penyakit "langka" yang diderita Helena itu mendapat peliputan sebuah stasiun televisi. Setelah itu ia banyak ditelepon oleh pasien-pasien yang juga menderita penyakit serupa. "Ternyata cukup banyak juga penderita psoriasis di Indonesia," ungkapnya.

Berbekal pengalamannya bergabung secara online pada yayasan psoriosis di luar negri, Helena lalu mendirikan Yayasan Peduli Psoriasis Indonesia (YPPI) pada tahun 2006.

Dalam situsnya, www.psoriasisindonesia.org, disebutkan salah satu tujuan dari komunitas itu adalah untuk meningkatkan motivasi hidup bagi penderita psoriasis untuk bersosialisasi satu sama lain dan berbagi rasa.

"Penyakit psoriasis memang tidak mematikan, tapi bisa mendorong penderitanya untuk bunuh diri," kata Helen.

Ungkapan itu tidak berlebihan, menurut Helen, kebanyakan pasien psoriasis merasa malu, bahkan jijik dengan kondisi kulitnya yang bersisik, kemerahan, dan gatal luar biasa itu. "Cukup banyak pasien terutama yang masih muda merasa putus asa karena takut tidak ada yang mau jadi pasangannya," katanya.

Rasa rendah diri juga antara lain dialami oleh Sarah Sita Nala (27) yang sudah 18 tahun menderita psoriasis. "Penyakit ini membunuh pribadi saya, menatap mata orang lain pun saya tidak pede," katanya.

Penyakit psoriasis memang akan membuat penampilan berubah. Kulit jadi tampak tebal dan merah di permukaan atas, serta tidak utuh, karena kulit pecah dan bersisik. Akibatnya, kulit tidak dapat menjalankan fungsinya-terutama mempertahankan kadar air-dan mengakibatkan kulit kering, pecah, tidak lentur, dan mudah "berjatuhan". "Mirip seperti ular yang sedang berganti kulit," canda Helen.

Dalam sebuah penelitian diketahui psoriasis memiliki dampak pada kualitas hidup lebih besar dibandingkan dengan diabetes. Pasien dengan psoriasis sering mendapat stigma sosial, memiliki level stres tinggi, dan berjuang dengan status pekerjaannya.

Helen menyebutkan cukup banyak penderita psoriasis yang dikeluarkan dari pekerjaannya. "Ini karena masyarakat tidak tahu bahwa psoriasis bukanlah penyakit menular," katanya.

Sarah mengatakan rasa percaya dirinya perlahan muncul setelah ia bergabung dengan komunitas pasien psoriasis. "Mengetahui bahwa saya tidak sendirian memberi kekuatan baru. Kini pandangan saya tentang kecantikan berubah," katanya.

Dukungan dari lingkungan sekitar dan juga sesama penderita memang bisa mengurangi stres yang dialami. Pengendalian stres menjadi penting karena psoriasis seringkali kambuh karena faktor emosional.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com