Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puskesmas Sulit Mendeteksi Lupus

Kompas.com - 21/09/2011, 06:18 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Dokter puskesmas kesulitan mendeteksi penyakit lupus dari pasien yang berobat. Hal itu mengemuka dalam lokakarya ”Penatalaksanaan Penyakit Lupus” yang diselenggarakan Yayasan Syamsi Dhuha, Selasa (20/9), di Bandung, Jawa Barat. Pelatihan diikuti 70 dokter puskesmas dari beberapa wilayah di Jabar.

Menurut seorang penderita lupus, Helin Herlina, banyak penderita di daerah yang belasan tahun yang didiagnosis dengan penyakit lain. Akibatnya, obat yang dikonsumsi tidak pernah menyembuhkan. Misalnya, seseorang selama 12 tahun didiagnosis menderita alergi ringan sewaktu berobat di puskesmas. Dia baru diketahui menderita lupus setelah diperiksa di tempat lain.

Dian Syarief, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha, menyatakan, dokter di puskesmas merupakan ujung tombak untuk mendeteksi penyakit lupus di masyarakat. Bila dokter jeli, penyakit itu bisa diketahui lebih dini sehingga bisa dirujuk ke rumah sakit dan diobati sebelum makin parah.

Penyakit lupus adalah gejala autoimun kronis. Sistem imunitas yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi virus ataupun bakteri malah berbalik menyerang sistem dan organ tubuh sendiri. Penyakit ini sulit dideteksi sebab gejalanya menyerupai penyakit lain dan berubah-ubah sehingga dijuluki penyakit 1.000 wajah.

Lupus tak ditularkan ataupun diturunkan secara genetik. Penyebab munculnya gejala, antara lain, paparan sinar ultraviolet, stres berlebihan, rangsangan bahan kimia dari obat ataupun campuran makanan, hingga asap rokok.

Sejauh ini belum ada pendataan jumlah penderita lupus di Indonesia. Yayasan Syamsi Dhuha memperkirakan ada 300.000 penderita lupus di Indonesia. Sebanyak 90 persen merupakan perempuan usia produktif.

Dokter pemerhati lupus, Sumartini Dewi, mengatakan, angka harapan hidup penderita lupus meningkat berkat perkembangan ilmu kedokteran. Sebanyak 90 persen penderita lupus bertahan hidup setelah dua tahun didiagnosis menderita lupus. Semakin dini ditemukan, semakin tinggi pula angka harapan hidup penderita.

Menurut Kepala Dinkes Provinsi Jabar Alma Lucyati, penyakit lupus hanya bisa diketahui melalui pengamatan jangka panjang, sementara dokter harus menangani banyak penyakit. Di sisi lain, pasien tak memberikan keterangan yang lengkap. (eld)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com