Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Upayakan Vaksin Hepatitis dan Obat Murah

Kompas.com - 22/09/2011, 07:04 WIB

Solo, Kompas - Jumlah penderita hepatitis B di Indonesia diperkirakan 20 juta (9,4 persen) penduduk. Vaksinasi merupakan upaya efektif untuk mencegah penularan penyakit ini. Sayang, harga vaksin masih relatif mahal, tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.

”Saat ini baru bayi yang lahir di puskesmas yang mendapat vaksinasi hepatitis B gratis. Pemerintah harus segera mengupayakan akses vaksin murah. Untuk yang sudah terinfeksi perlu obat murah. Selain itu, tentu akses laboratorium yang murah untuk mengetahui seseorang terinfeksi atau belum,” kata Ketua Kelompok Kerja Nasional Hepatitis Kementerian Kesehatan Ali Sulaiman, seusai vaksinasi hepatitis B gratis terhadap 200 siswa SMA Negeri 3, Rabu (21/9), di Solo, Jawa Tengah.

Harga satu ampul vaksin hepatitis B Rp 50.000. Pasien butuh tiga kali vaksin, di luar biaya dokter. Harga obat untuk hepatitis B Rp 500.000 per bulan. Pasien perlu obat bertahun-tahun untuk sembuh. Jika dibiarkan, penyakit akan berkembang menjadi sirosis (pengerasan hati) dan kanker hati.

”Vaksinasi hepatitis B sangat penting karena seseorang yang mendapat vaksinasi bisa membentuk antibodi yang dapat bertahan seumur hidup,” kata Penasihat Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Unggul Budihusodo.

Vaksin hepatitis B di Indonesia diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero) yang merupakan badan usaha milik negara. Bahan baku vaksin dibeli dari Korea.

Menurut Direktur Pemasaran PT Bio Farma Sarimudin Sulaiman, pihaknya sulit menurunkan harga vaksin hepatitis B. Apabila memproduksi vaksin secara utuh membutuhkan biaya lebih tinggi.

”Membuat sendiri dari awal sampai akhir vaksin ini lebih mahal ketimbang kami membeli bahan dan menyelesaikan proses produksinya,” kata Sarimudin.

Setiap tahu pihaknya memproduksi lima juta vaksin sesuai dengan jumlah kelahiran bayi di Tanah Air. Vaksin hanya bertahan dua tahun dalam penyimpanan bersuhu 2-8 derajat celsius.

”Untuk dewasa, kami tidak memproduksi banyak karena vaksin cepat rusak,” kata Sarimudin. (eki)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com