Jakarta, Kompas
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Sri Indrawaty dalam seminar internasional Akses terhadap Obat dan Dampaknya terhadap Kebijakan Obat Nasional di Jakarta, Senin (3/10), mengatakan, penggunaan obat generik di Indonesia hanya sekitar 11 persen dari konsumsi obat nasional.
Kondisi ini jauh berbeda dengan negara-negara lain yang sudah bisa mencapai lebih dari 50 persen. Penggunaan obat generik sangat tinggi karena didukung kesadaran dokter, kuatnya posisi pemerintah terhadap dokter
Di Indonesia, dokter cenderung meresepkan obat bermerek yang mahal karena tak percaya kualitas obat generik. Dokter juga sering meresepkan obat-obatan yang tak perlu atau berlebihan.
Industri pun enggan memproduksi obat generik karena tak menguntungkan. Namun, menurut Sri, kondisi ini terjadi akibat industri hanya fokus memproduksi obat generik dalam jumlah kecil. ”Peningkatan volume produksi dapat dilakukan jika mereka mau menggarap pasar luar negeri,” ujar Sri Indrawaty.
Penggunaan obat bermerek membuat komponen biaya obat sangat tinggi. Biaya obat yang ditanggung sebuah perusahaan di Indonesia mencapai 55 persen hingga 60 persen dari total biaya kesehatan karyawannya. Padahal, di Malaysia, komponen biaya obat hanya mencapai 10 persen.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menambahkan, tak adanya sistem jaminan kesehatan membuat pasien harus membayar sendiri harga obat. Padahal, obat untuk penyakit tak menular yang kini menjadi pembunuh utama di Indonesia harganya puluhan juta rupiah satu paket.
”Jika ada jaminan kesehatan menyeluruh (universal coverage), biaya pengobatan ini akan ditanggung seluruh penduduk secara gotong royong,” katanya.
Sistem jaminan menyeluruh itu juga akan menguatkan posisi tawar pasien karena penyelenggara jaminanlah yang akan bernegosiasi dengan industri farmasi guna menentukan harga obat.
Para pembicara dari Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang di negara mereka sudah menerapkan jaminan kesehatan menyeluruh menegaskan, butuh komitmen kuat dari pemerintah untuk menerapkan sistem itu.