Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moratorium Remisi Koruptor Harus Dipermanenkan

Kompas.com - 01/11/2011, 19:20 WIB
M Fajar Marta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Moratorium pemberian remisi terhadap koruptor seharusnya tidak hanya menjadi kebijakan atau program menteri hukum dan HAM, tetapi dipermanenkan sekurang-kurangnya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang ditandatangani presiden.

"Bagi kami, pemberian remisi merupakan bentuk sikap kompromi terhadap koruptor. Karena itu, pemberian remisi kepada koruptor harus dihentikan. Ini harus dipermanenkan dengan peraturan pemerintah. Jadi, ini bukan hanya program seratus hari saja dari Menkumham," kata Koordinator Monitoring Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah, Selasa (1/11/2011) di Jakarta. Febri menanggapi rencana Menkumham Amir Syamsuddin menangguhkan pemberian remisi kepada koruptor.

Menurut Febri, remisi sebaiknya hanya diberikan kepada whistleblower atau tersangka yang mengungkapkan kasus korupsi.

Adapun terkait usulan hukuman penjara minimal lima tahun kepada koruptor, Febri mendukung hal itu. Hanya saja, kata dia, amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebaiknya tidak hanya memasukkan hukuman penjara minimal lima tahun bagi koruptor, tetapi juga pemberian sanksi kerja sosial dan perampasan kekayaan koruptor yang tidak berasal dari penghasilan sah. Kombinasi hukuman tersebut dinilai efektif memberantas korupsi di Indonesia.

"Penghukuman yang berat untuk koruptor sangat penting untuk menimbulkan efek jera. Revisi UU Tipikor sebaiknya tidak hanya menyangkut hukuman badan, tetapi juga upaya pemiskinan koruptor," katanya.

Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji mendukung hukuman minimal lima tahun penjara untuk koruptor. Selama ini, koruptor umumnya hanya divonis rendah berkisar 2 tahun hingga 4 tahun penjara. Kondisi tersebut dinilai kontraproduktif bagi upaya pemberantasan korupsi yang merajalela di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com