Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemeriksaan Mikrobiologi Cegah Resistensi Antibiotik

Kompas.com - 19/12/2011, 15:07 WIB

KOMPAS.com - Saat ini, kasus kuman yang resisten terhadap obat terus meningkat sehingga angka kesakitan dan biaya kesehatan terus meningkat. Salah satu cara mencegahnya adalah dengan mengetahui jenis infeksi yang diderita, sehingga dokter bisa memberikan antibiotik yang paling tetap sesuai jenis bakteri atau virusnya.

"Idealnya, sebelum diberikan antibiotik dicek dulu di laboratorium mikrobiologi untuk mengetahui jenis bakteri dan uji sensitivitas obat," kata dr. Anis Kurniawati, PhD, Sp.MK, Ketua Departemen Laboratorium Mikrobiologi Klinik Universitas Indonesia dalam acara media edukasi di Jakarta (19/12/2011).

Ia menjelaskan, saat ini pemanfaatan laboratorium klinik oleh para dokter masih kurang karena dianggap terlalu lama. "Pemeriksaan mikrobiologi dulu memang lama, namun sekarang sudah tidak lagi. Dalam waktu tiga hari sudah bisa diketahui hasilnya," katanya.

Kasus bakteri yang resisten terhadap obat, menurut dia terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional. "Pemberian antibiotik secara empirik oleh dokter seharusnya dilakukan pada pasien yang kritis. Jika pasien masih bisa menunggu, sebaiknya ditunggu dulu sampai diketahui pola kumannya sehingga obat lebih efektif," imbuhnya.

Namun, ia mengakui bahwa prosedur tersebut masih sulit diterapkan di Indonesia. "Jika pasiennya anak-anak, biasanya orangtuanya sudah protes," paparnya. Padahal, dalam jangka panjang hal ini bermanfaat positif.

Senada dengan dr.Anis, menurut dr.Erlina Burhan, Sp.P, dalam kasus tuberkulosis, ketidakperdulian pada pemeriksaan mikrobiologi bisa menyebabkan pasien mendapatkan obat yang salah atau tidak perlu.

"Cukup banyak kasus pasien yang sudah minum obat tuberkulosis bertahun-tahun tapi tetap batuk dan kurus, baru setelah dicek mikrobiologi ketahuan kalau ia resisten antibiotik lini pertama," papar ahli paru dari RS. Persahabatan Jakarta ini pada kesempatan yang sama.

Kendati begitu, menurut Erlina dokter memiliki hak untuk menentukan jenis penyakit dan terapi pengobatan yang tepat berdasarkan pengalaman (empirik). "Bila sudah bisa dicurigai penyakit TB dari pemeriksaan klinis namun hasil pemeriksaan belum keluar, bisa diberikan antibiotik berdasarkan pola kuman di masyarakat," katanya.

Ia menjelaskan, data pola kuman di masyrakat secara berkala dikeluarkan oleh laboratorium mikrobiologi untuk menjadi panduan bagi para dokter dalam pemberian obat. Namun sebelum pasien mengonsumsi obat, dokter tetap akan mengirimkan sampel dahak ke laboratorium mikrobiologi.

"Sambil menunggu hasilnya, tetap diberi obat. Jika dalam seminggu tidak ada perbaikan, maka biasanya itu resistensi obat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com