Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangguan Cemas dan Keperluan Obat

Kompas.com - 01/03/2012, 13:26 WIB

KOMPAS.com - Sejak mendalami bidang psikosomatik sejak memulai karier sebagai psikiater, saya lebih sering mendapatkan pasien-pasien dengan latar belakang gangguan kecemasan dan depresi yang menjadi dasar dari keluhan psikosomatiknya. Keluhan psikosomatik yang pasien keluhkan memang lebih banyak menekankan pada gejala fisik tapi sayangnya semua fungsi tubuhnya ketika diperiksa dengan pemeriksaan laboratorium atau penunjang semuanya dinyatakan dalam batas normal.

Pasien kemudian sering bertanya mengapa hal itu terjadi ? Pada kesempatan pertemuan pertama dengan pasien, saya biasanya menjelaskan panjang lebar tentang mekanisme terjadinya keluhan psikosomatik dan bagaimana gangguan kecemasan dan depresi menjadi pemicu hal ini. Namun pertanyaan kemudian tidak berhenti sampai di situ saja.

Beberapa pasien dan calon pasien yang bertanya lewat email kemudian menanyakan apakah gangguan dasarnya yaitu gangguan cemas bisa diobati tanpa menggunakan obat-obat psikiatri yang mereka kenal sebagai obat penenang? Saya kemudian menjelaskan bahwa hal tersebut tergantung dari pasien dan bagaimana gejala tersebut telah dialami pasien. Di bawah ini saya akan sedikit menjelaskan tentang keperluan obat untuk gangguan cemas.

Gangguan Sistem Otak

Cemas bisa kita rasakan sehari-hari dengan adanya pemicu dari lingkungan ataupun internal diri kita sendiri. Kondisi sakit fisik, tekanan stres psikologis dan stres dari lingkungan sosial bisa membuat kecemasan pada diri kita. Rasa cemas ini kemudian diintepretasikan sebagai suatu stres oleh otak kita dan membuat otak kita meresponnya. Kondisi ini adalah bagian dari mekanisme sistem otak untuk mempertahankan kestabilan di dalam otak manusia.

Respon stres tersebut dapat berupa pengaktifan sistem saraf otonom yang terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Inilah yang membuat respon orang terhadap cemas adalah gejala-gejala seperti jantung berdebar, perasaan sesak napas, keringat dingin, ingin buang air besar/kecil, perasaan melayang, rasa seperti tidak stabil, gemetaran, kesemutan, perasaan tidak terkendali. Kondisi ini kemudian yang dirasakan pasien sebagai gejala psikosomatik.

Lalu kenapa pada sebagian orang mengatakan gejala-gejala tersebut timbul tanpa adanya pemicu ? Inilah yang disebut sebagai False Alarming di dalam otak. Mekanisme adaptasi stres oleh otak biasanya memang didasarkan karena adanya pemicu, namun pada suatu kondisi stres kronik maka otak bisa memberikan respon yang salah dan berespon secara otomatis walaupun tidak ada pemicu.

Inilah yang menyebabkan pasien-pasien terutama pasien gangguan cemas panik merasakan adanya kondisi kecemasan dan gejala psikosomatik yang akut padahal dia tidak sedang dalam kondisi stres saat itu terjadi. Respon otomatis ini sebenarnya menandakan bahwa otak telah berada pada fase kelelahan (exhausted) yang akhirnya menyebabkan responnya kacau terhadap stres.

Membalikan Keadaan

Setelah mengetahui apa yang terjadi pada pasien gangguan cemas, maka akan lebih mudah memahami apakah pasien memerlukan obat atau tidak saat ini. Kebanyakan pasien yang datang ke saya adalah pasien yang telah mengalami gejala-gejala psikosomatik yang sudah cukup lama. Sebelum datang, biasanya mereka telah pergi ke beberapa dokter spesialis terutama jantung dan penyakit dalam untuk memeriksakan kondisi fisiknya. Setelah beberapa kali mengatakan tidak ada masalah baru biasanya pasien mulai berpikir ada apa sebenarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com