Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naiknya Harga Obat Bebani Pasien dan RS

Kompas.com - 22/03/2012, 16:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga obat generik yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dinilai memberatkan. Naiknya harga obat generik tidak hanya membebani masyarakat tetapi juga pihak rumah sakit, terutama rumah sakit milik pemerintah.

Seperti diwartakan, terhitung mulai 23 Februari 2012,  Kementerian Kesehatan sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat generik.  Dari 498 obat, 170 obat di antaranya naik dan 327 obat malah turun. Kenaikan harga dilakukan karena ada beberapa obat yang sudah 2-3 tahun tidak naik. Saat ini, harga obat tersebut terpaksa dinaikkan, setelah dievaluasi.

Pihak rumah sakit pemerintah mengaku terbebani dengan keputusan itu kerena harus menanggung biaya yang lebih tinggi dalam penyediaan obat.  Seperti diketahui, hampir sebagian besar rumah sakit milik pemerintah menyediakan lebih banyak obat generik ketimbang obat paten dan bermerek.

"Seharusnya diberitahu jauh-jauh hari misalnya 3 (tiga) bulan sebelumnya. Rumah sakit akan terbebani karena harus membayar lebih mahal," ucap Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati dr Lia Pratakusuma, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/3/2012).

Lina mengungkapkan, dari 100 persen pasien yang datang berobat ke Rumah Sakit Fatmawati, hanya 20 persen yang membayar obat secara cash (pasien membayar sendiri), sementara 80 persen ditanggung oleh pihak asuransi (Jamkesmas, Jamkesda, Askes).

Mengingat rumah sakit belum membicarakan kesepakatan harga baru obat dengan pihak penjamin, akibatnya rumah sakit harus menanggung kekurangan harga. Hal tersebut lanjut Lia juga akan menyulitkan rumah sakit saat klaim.

"Kalau mau ada kenaikan harga harus ada spare waktu. Sehingga rumah sakit bisa menyiapkan tarif baru dengan pihak penjamin," ujarnya.

Akses obat semakin jauh

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai keputusan pemerintah menaikan harga obat generik akan semakin membuat akses masyarakat dalam mendapatkan obat yang murah semakin jauh.

"Kenaikan harga obat generik juga semakin mengurangi kepopuleran obat generik di mata pasien dan dokter karena harganya yang semakin mahal,"  katanya.

Tulus mengungkapkan, keputusan menaikan harga obat generik sangat bertolak belakang dengan kampanye pemerintah yang selama ini mendorong masyakarat untuk mau menggunakan obat generik. Alasan menaikan harga obat terkait rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik, dinilai Tulus memang cukup rasional tetapi mometnya tidak pas.

Ia mengungkapkan, akses masyarakat Indonesia terhadap obat masih sangat rendah ketimbang negara-negara Asia lainnya. Hal ini disebabkan karena harga obat di Indonesia masih tergolong sangat mahal ketimbang negara-negara lain di dunia. "Jika dibandingkan negara lain, harga obat di Indonesia termasuk yang tertinggi," cetusnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, "Ini menjadi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan membuat masyarakat menjadi sakit karena sulit mendapatkan akses terhadap obat."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com