Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyakit Tuberkulosis Ada di Sekitar Kita

Kompas.com - 27/03/2012, 10:50 WIB

KOMPAS.com - Peringatan hari tuberkulosis (TBC) dunia yg jatuh setiap tanggal 24 Maret mengingatkan kita akan bahaya besar bagi masyarakat akibat penyakit ini. Penyakit tuberkulosis lebih dikenal sebagai penyakit 3 huruf TBC atau sebagian masyarakat menyebutnya sebagai KP. Masyarakat kita lebih mengenal TBC hanya menyerang paru, pasien dengan TB paru sering disebut kena flek pada parunya. Tetapi sebenarnya ada istilah TBC ekstra paru, yaitu selain organ paru, TBC bisa mengenai berbagai organ tubuh kita seperti kulit, kelenjar, usus, hepar, Selaput otak (meningitis TBC) serta sumsum tulang belakang.

Penyakit ini masih menjadi salah satu pembunuh utama bagi manusia. Jika tidak diobati dengan baik, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada hampir setengah kasus selama 5 tahun setelah menderita penyakit ini. Saat ini, diperhitungkan 3.800 pasien TB meninggal setiap hari atau 2-3 pasien meninggal setiap menit karena TBC ini.

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara pemasok penderita TBC terbesar di dunia setelah Cina dan India. Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan tingkat penularan yang tinggi. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008,2009,2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus TBC berada di sekitar kita.

Demam tidak terlalu tinggi, berat badan turun, keringat pada malam hari dan nafsu makan yang menurun, merupakan gejala utama pasien dengan TBC. Gejala lain berupa batuk-batuk kronis, nyeri dada bahkan sampai batuk darah merupakan gejala TBC paru. Jika TB mengenai usus gejala yang muncul selain gejala utama juga disertai diare kronis. Pasien dengan pembesaran kelenjar terutama disekitar leher disertai gejala utama TBC perlu dicurigai adanya TBC kelenjar.

Penderita dengan penyakit ini tampaknya selalu ada di sekitar kita. Sejak saya jadi menjadi dokter 22 tahun lalu dan sampai saat ini rasanya kasus TB selalu saja saya temukan dalam praktek sehari-hari. TB memang tidak saja menyerang paru TB juga bisa menyerang organ lain. Mengingat kasus yang selalu ada disekitar kita maka kita memang seharusnya mewaspadai penyakit TBC ini.

Penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dan bisa diobati sampai tuntas. Wajar kalau slogan Hari TBC dunia adalah "Stop TB dalam kehidupan kita" dan target pengendalian adalah untuk menjadi zero kematian karena TB. Cuma memang masalahnya pengobatan TB memerlukan waktu yang panjang bisa 6-9 bulan. Selama waktu tersebut seorang penderita harus terus menkonsumsi obat dan tetap kontrol kedokter. Kepatuhan pasien memang diharapkan dalam pengobatan TBC.

Peran keluarga juga penting untuk mengingatkan anggota keluarga yang sakit untuk selalu minum obat dan kontrol teratur. Kadang kala dalam waktu 1 bulan setelah pengobatan kondisi pasien membaik, keluhannya hilang. Hal ini yang kadang-kadang membuat pasien merasa sembuh dan tidak meneruskan pengobatan. Padahal kondisi putus berobat ini akan membuat pasien berisiko untuk mengalami kebal terhadap obat anti TB yang sudah pernah diberikan. Apabila  hal ini terjadi tentu penanganannya akan menjadi sulit. Komplikasi TB juga menjadi mudah terjadi.

Bagaimana mengobatinya

Penyakit ini dapat disembuhkan dan pengobatannya membutuhkan waktu yang panjang. Pasien yang sudah dipastikan menderita sakit TBC minimal harus minum obat selama 6 bulan. Pada 2 bulan pertama pada umumnya pasien yang menderita TBC harus minum obat minimal sebanyak 4 macam obat antara lain yang sering digunakan sebagai pengobatan pertama yaitu rifampisin, isoniasid (INH), pirazinamid dan ethambutol. Empat bulan berikutnya diteruskan dengan 2 macam obat yaitu Rifampisin dan INH. Terus terang kita tidak bisa lari dari kenyataan bahwa minum obat dengan berbagai macam dan jangka waktu yang panjang membuat kepatuhan seseorang akan berkurang. Selain itu obat TBC yang berbagai macam ini kadang kala menimbulkan efek samping pada pasien yang mengkonsumsi obat tersebut. Kepatuhan dan keinginan untuk sembuh adalah syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang menderita TBC.

Di sisi lain juga perlu disampaikan jika penyakit dan kuman TBC tersebut masih ada pada paru-paru pasien tersebut, maka mereka potensial untuk menularkan kepada orang lain. Oleh karena itu bagi penderita TBC ada 2 hal yang selalu diperhatikan kesembuhan diri sendiri dan tidak menularkan kepada orang lain. Saat ini bagi masyarakat tidak mampu disediakan obat anti TBC gratis yang disediakan di Puskesmas-puskesmas baik puskesmas kelurahan dan kecamatan. Yang terpenting adalah segera mendeteksi anggota keluarga yang mempunyai gejala-gejala terinfeksi TBC dan segera membawa ke puskesmas untuk dievaluasi lebih lanjut dan jika terbukti menderita TBC masuk dalam program pengobatan TBC yang saat ini diberikan cuma-cuma.

Selain pengobatan dengan berbagai obat, pasien yang mengalami menderita TBC juga harus terus menerus memperhatikan makanannya. Diusahakan agar selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Ironisnya, umumnya pasien yang mengalami penyakit TBC ini berasal dari golongan masyarakat miskin. Sehingga selain kendala berobat, konsumsi makanan yang bergizi juga menjadi hal yang sulit dilakukan yang membuat pasien TBC tak bisa disembuhkan dengan baik.

Program pengobatan gratis yang saat ini ada di Puskesmas harus secara terus menerus dilakukan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tambahan susu dan makanan lainnya, juga seharusnya dapat diusahakan oleh pemerintah daerah setempat untuk turut membantu pasien yang menderita TBC. Mata rantai penularan harus diputuskan dengan mengobati pasien yang menderita TBC sampai sembuh.

Upaya untuk memberantas TB sebenarnya sudah merupakan gerakan duniau untuk menghilangkan kasus TBC di muka bumi ini. Pemerintah juga seperti tidak henti-hentinya berupaya memberantas penyakitini. Saat ini obat-obat TBC juga diberikan secara gratis kepada pasien TB Paru dengan dahak yang positif melalui puskesmas dimana pasien tersebut itu tinggal. Tetapi, pada akhirnya memang kesadaran masyarakat untuk membantu mendeteksi dan juga segera berobat jika mempunyai gejala-gejala seperti yang dimiliki pasien TB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com