Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderita GBS Meningkat di Kalangan Usia Produktif

Kompas.com - 14/04/2012, 09:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyakit Guillain Barre Syndrome atau GBS mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga. Beberapa waktu lalu, penyakit ini pernah menjadi sorotan masyarakat luas menyusul kasus yang menimpa dua anak yakni Azka dan Shafa.

Meskipun kasus penyakit GBS relatif jarang ditemukan, namun dalam beberapa tahun terakhir teranyata jumlah kasusnya terus mengalami peningkatan. Hal itu setidaknya tampak dari data yang dimiliki Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta yang merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan nasional.

Menurut  Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Cabang Jakarta dr. Darma Imran, SpS (K), data RSCM pada akhir tahun 2010-2011 tercatat ada 48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai variannya. "Dibandingkan tahun sebelumnya memang terjadi peningkatan sekitar 10 persen," ucapnya saat acara jumpa pers, Jumat, (13/4/2012), di Jakarta.

Darma menjelaskan, GBS merupakan penyakit yang berhubungan dengan autoimun. Gangguan pada sistem imun itu membuat tubuh seseorang menghasilkan suatu antibodi yang merusak sistem saraf dan tak jarang berakhir pada kelumpuhan. Secara epidemiologi, GBS termasuk penyakit sangat jarang.

Angka kejadiannya kurang lebih sekitar antara 0,5 sampai 1,5 setiap 100.000 penduduk dan ini angkanya hampir sama di seluruh negara, baik pada negara maju atau berkembang. Kasus GBS umumnya cenderung lebih banyak terjadi pada pria ketimbang wanita.

"GBS dapat dialami semua usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Tapi puncaknya, yang banyak kita dapati adalah pada pasien usia produktif," katanya.

Menurut Darma, kelainan neurologi (saraf) apapun penyebabnya seringkali memberikan gejala klinis yang hampir sama. Pada awalnya, gejala GBS hanya berupa rasa kesemutan dan sifatnya simetris (kanan dan kiri sama) kemudian kelemahan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahan, maka diagnosa perlu segera ditegakkan.

"Gejala GBS yang lebih spesifik dibandingkan dengan kelumpuhan lain adalah keluhannya biasanya dimulai dari ujung-ujung jari kaki atau tangan, kemudian berlanjut pada kelumpuhan," serunya.

Untuk mendiagnosis penyakit GBS, selain dengan gejala yang timbul dan analisa cairan otak, juga dapat dilakukan pemeriksaan EMG dan kecepatan hantar saraf dimana akan memberikan informasi pada awal gejala penyakit.

Pemulihan dan perbaikan pasien GBS sangat ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan terapi, sehingga perlu menegakkan diagnosis sedini mungkin. Jenis terapi yang direkomendasikan saat ini adalah dengan pemberian Intra Vena Imunoglobulin (IvIG) dan plasmapharesis atau pengambilan antibodi yang merusak dengan jalan penggantian plasma darah.

Lebih lanjut Darma mengungkapkan, GBS menjadi salah satu penyebab kelumpuhan yang utama setelah era panyakit polio. "GBS adalah penyakit akut, tetapi kalau ditangani dengan baik, maka dapat memperbaiki kualitas hidup pasien," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com