Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatur Rokok, Mencegah Kemiskinan

Kompas.com - 17/04/2012, 08:31 WIB

Oleh : M Zaid Wahyudi

Pada saat hampir semua negara meneguhkan komitmen untuk mengendalikan dampak buruk tembakau, Indonesia justru masih ragu. Tarik ulur kepentingan ekonomi atas nama petani tembakau dan buruh pabrik rokok mengorbankan hak hidup sehat rakyat.

Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan dalam berbagai kesempatan selama Konferensi Dunia untuk Tembakau atau Kesehatan (WCTOH) di Singapura, 20-24 Maret, mengingatkan keagresifan industri tembakau untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Dengan sumber daya yang dimiliki, industri tembakau mampu memengaruhi penentu kebijakan pengendalian tembakau di berbagai negara.

Marry Asunta dari Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SATCA) mengatakan, kasus hilangnya Ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan bukti kuatnya intervensi industri rokok dalam memengaruhi kebijakan.

Hilangnya ayat yang menyebut produk tembakau sebagai zat adiktif secara gamblang mempertontonkan perselingkuhan industri tembakau dengan politisi dan birokrasi. Setelah ayat tembakau dikembalikan, berbagai upaya menggalang dukungan publik melalui akademisi dan organisasi keagamaan dilakukan, termasuk mendorong pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam memperjuangkan kepentingan, industri tembakau menggunakan petani tembakau, buruh pabrik, dan industri rokok rumahan sebagai tameng. Kelompok ini selalu ditonjolkan sebagai korban berbagai kebijakan pengendalian tembakau.

Padahal, saat aturan pengendalian tembakau di Indonesia masih parsial, dan penegakannya masih lemah seperti sekarang, petani tembakau dan buruh pabrik sudah lebih dulu tersisih.

Petani tembakau, buruh, dan industri rokok rumahan tersisih karena tak mampu bersaing dengan hegemoni industri rokok besar dan multinasional. Jeratan tengkulak dan sistem ijon pada petani tembakau membuat mereka sulit lepas dari kemiskinan.

Buku Ekonomi Tembakau di Indonesia yang ditulis Sarah Barber dan rekan tahun 2008 menyebut, jumlah petani dan pekerja di industri rokok terus menurun. Jumlah petani tembakau, petani cengkeh, dan pekerja industri manufaktur rokok 1 juta-1,2 juta orang. Porsi terbesar adalah petani tembakau, yaitu 503.000 orang.

Konversi tanaman

Penelitian Triasih Djutaharta dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD-FE UI) dan rekan tahun 2010 dalam artikel ”The Impact of Excise Increase on Income of Tobacco Farmers” (Dampak Kenaikan Cukai Rokok terhadap Pendapatan Petani Tembakau) menyebut, 36,1 persen rumah tangga petani tembakau memiliki pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com