Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinusitis Pupus Harapan Dewi Menjadi Desainer

Kompas.com - 18/04/2012, 14:48 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Dewi Handayani (31) perempuan lajang asal Jebres Solo ini masih mengerjakan skripsi bab tiga di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, Jawa Tengah. Dalam benaknya sudah terbayang masa depan gemilang yang bakal diraihnya selepas gelar sarjana disandangnya nanti.

Tetapi itu lima tahun yang lalu, sebelum akhirnya penyakit sinusitis akut menyerang mahasiswa jurusan desain interior itu. Kini, Dewi hanyalah terapis keliling yang menawarkan jasa pemeriksaan tensi darah dan jantung.  Setiap hari ia berkeliling menawarkan jasanya dari pasar ke pasar di Semarang.

"Sinusitis menyebabkan bau yang tidak sedap. Membuat saya tidak nyaman lagi bertemu orang lain. Akibatnya aktivitas kuliah saya terhenti total," ungkap Dewi, Selasa (17/4/2012) siang, di pangkalan angkot pasar Babadan, Ungaran, Kabupaten Semarang.

Dalam istilah kedokteran, sinusitis diartikan sebagai peradangan pada sinus atau rongga udara di sekitar hidung.  Sinusitis terjadi apabila salah satu atau beberapa lapisan sinus terinfeksi, baik oleh jamur, bakteri maupun virus. Sebanyak dua pertiga sinusitis yang terjadi biasanya berlangsung singkat (sinusitis akut), sedangkan sisanya adalah sinusitis yang berkepanjangan (sinusitis kronis).

Bau nafas atau halitosis memang merupakan salah satu gejala dari sinusitis, baik yang bersifat akut maupun kronis. Gejala lain yang bisa muncul di antaranya, sakit telinga, sakit tenggorokan, kelelahan, cepat marah dan mual.

Selama hampir tiga tahun lamanya, Dewi berjuang melawan sinusitis. Ia tak  pernah putus asa dan terus berjuang agar penyakitnya itu sembuh. Tak terhitung lagi dokter maupun pengobatan alternatif yang ia datangi. Seringnya berobat membuat Dewi secara tak sengaja sedikit demi sedikit mulai menguasi sejumlah teknik menganalisa kondisi tubuh seseorang melalui tensi darah. Sebuah kebetulan yang akhirnya membuat Dewi menjadi terapis keliling karena terpaksa.

"Silakan bisa dikroscek ke rumah sakit atau laborat, hasil pemeriksaan saya pasti benar," katanya sembari melepas tensimeter dari lengan kiri Ngasiran (35), seorang sopir angkot jurusan Babadan-Bandungan yang mengeluh kondisi badannya kurang fit.

"Tekanan darahnya masih normal, tapi tensi jantung rendah. Nanti dirumah minum rebusan daun sledri nggeh?" saran Dewi.

Satu kali pemeriksaan meliputi tensi darah dan timbang badan, pasien dikenai biaya seribu rupiah. Tak banyak yang mau memakai jasa Dewi. Penghasilannya dalam sehari, rata-rata hanya sekitar Rp 20 ribu. Selain tensimeter, Dewi juga membawa serta alat timbangan badan analog setiap kali keliling.

"Semua penyakit saya bisa diagnosa dan berikan resepnya. Kecuali penyakit yang berat-berat seperti stroke dan patah tulang saya belum bisa tangani,'' katanya.

Profesi sebagai terapis keliling baginya sulit mendatangkan rupiah. Kadang ia masih berkeinginan kembali melanjutkan kuliah, agar bisa menata masa depannya lebih baik lagi.

Namun ia harus mengubur dalam-dalam keinginannya, lantaran tak mau membebani orangtuanya yang sudah habis-habisan membiayai pengobatan penyakitnya dulu.

"Sampai saat ini, orangtua tak tahu pekerjaan saya ini. Saya menghindari Solo karena malu ketemu dosen dan teman-teman saya." pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com