Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlah Perokok Anak Bisa Naik 6 Kali Lipat

Kompas.com - 25/05/2012, 13:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Jumlah perokok di kalangan anak-anak (usia 10-14 tahun) terus menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Bayangkan saja, pada tahun 1995 tercatat ada 71.126 perokok anak, sementara tahun 2007 ada 426.214 perokok anak.

"Diperkirakan, jumlah perokok anak naik enam kali lipat selama 12 tahun," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Ekowati Rahajeng, saat acara temu media di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (25/5/2012).

Yang lebih memprihatinkan, kata Ekowati, jumlah perokok anak balita di Indonesia juga cukup banyak. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan, usia mulai merokok pada anak usia lima tahun paling tinggi berada di Provinsi Jawa Timur.

"Apabila ini tidak dikendalikan dan terus merokok sampai dewasa, bisa kita perkirakan akan banyak penyakit tidak menular bermunculan," ujarnya.

Eko menambahkan, Kemenkes saat ini tengah mengembangkan program berhenti merokok yang nantinya dapat diterapkan di puskemas-puskesmas. Adapun untuk anak sedang dikembangkan klinik berhenti merokok dengan bantuan konselor. Klinik-klinik seperti ini nantinya diharapkan  akan hadir pula di puskesmas.

Faktor lingkungan

Eko memaparkan, perilaku merokok pada anak sebetulnya terbentuk dari lingkungan, karena perilaku atau kebiasaan tersebut tidak ditakdirkan secara genetik. Gencarnya iklan rokok, keluarga (orangtua) merokok, dan peluang sang anak untuk merokok, semuanya membentuk perilaku anak untuk merokok. "Karena perilaku ini sangat dipengaruhi lingkungan dan bagaimana pola asuh yang ada di keluarga," tuturnya.

Eko mengajak  semua orangtua untuk mengendalikan anak-anak mereka dari perilaku merokok. Pasalnya,  kebiasaan merokok ternyata lebih banyak dilakukan oleh mereka yang berpendidikan rendah dan miskin ketimbang yang kaya. Atas dasar itulah, Kemenkes akan terus mencoba meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok, terutama pada anak balita dan anak-anak di keluarga miskin.

"Walau bagaimanapun tidak ada orangtua yang ingin meracuni anaknya sendiri," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com