Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Hormonal Picu Bangkitan Epilepsi

Kompas.com - 14/06/2012, 16:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wanita dengan epilepsi sebaiknya mewaspadai perubahan hormonal pada tubuh mereka. Pasalnya perubahan hormon, estrogen dan progesteron terbukti dapat memicu kebangkitan epilepsi.

Demikian disampaikan dr. Kurnia Kusumastuti, SpS (K), spesialis saraf dari RSUD dr Soetomo Ketua Kelompok Studi (POKDI) Epilepsi, saat acara seminar media dengan tema 'Tatalaksana yang Tepat Sangat Diperlukan untuk Mengontrol Serangan pada Penyandang Epilepsi Wanita dan Anak, Kamis, (14/6/2012), di Jakarta.

Kurnia mengatakan, perempuan penyandang epilepsi perlu memiliki persiapan matang dalam memasuki masa pubertas, menstruasi, fertilitas, kehamilan, proses kelahiran, menyusui bayi dan menopause. Banyak penyandang epilepsi perempuan merasakan adanya pengaruh perubahan hormon terhadap bangkitannya.

"Hormon estrogen adalah biang keladinya karena mempermudah terjadinya bengkitan, sementara hormon progesteron mempersulit terjadinya bangkitan. Inilah yang menyebabkan sebagian perempuan sering mengalami perubahan pola bangkitan saat terjadi fluktuasi hormonal, seperti saat pubertas, haid dan menopause," katanya.

Pada masa pubertas, kata Kurnia, perempuan dengan epilepsi akan mengalami perubahan fisik dan emosional yang kompleks. Kadar hormon yang berfluktuasi di saat pubertas dapat memengaruhi bangkitan. Perubahan fisik dapat terjadi sangat cepat, sehingga dosis obat anti epilepsi yang biasa diminum perempuan dengan epilepsi tidak lagi cukup, sehingga seringkali diperlukan penambahan dosis.

"Perempuan dengan epilepsi seharusnya menulis buku harian bangkitan. Untuk mengetahui saat kondisi seperti apa dia mengalami kekambuhan," jelasnya.

Sedangkan pada masa menstruasi, perempuan dengan epilepsi memiliki tendensi untuk terjadinya bangkitan pada bagian tertentu dari siklus menstruasi yang disebabkan oleh fluktuasi hormonal, retensi/ pengumpulan cairan tubuh, penurunan kadar obat anti epilepsi sebelum haid, gangguan tidur dan stres.

"Pada perempuan yang menderita epilepsi, 30-50 persen berisiko mengalami gangguan menstruasi. Sementara pada orang normal hanya 7 persen yang mungkin mengalami gangguan menstruasi," ungkapnya.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, epilepsi menyerang 1 persen penduduk dunia. Apabila Indonesia berpenduduk 240 juta, maka jumlah keseluruhan penyandang epilesi di Indonesia ada 2.400.000 orang dan setengah diantaranya perempuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com