Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Epilepsi pada Wanita Hamil dan Janin

Kompas.com - 18/06/2012, 05:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi perempuan penyandang epilepsi yang berencana hamil mungkin sering bertanya-tanya, apakah penggunaan obat antiepilepsi dapat memengaruhi bayi mereka? Mungkinkah bayi berisiko cacat?

Dokter spesialis saraf dari RSUD dr Soetomoyang  juga Ketua Kelompok Studi Epilepsi dr. Kurnia Kusumastuti SpS mengatakan, beberapa obat antiepilepsi memang dapat memberikan risiko cacat ketimbang obat lainnya. Namun, dengan bekerjasama dengan dokter risiko cacat pada anak dapat diminimalkan.

"Jadi kalau mau hamil, sebaiknya konseling prakehamilan dulu supaya dokter bisa memilihkan obat mana yang kurang menyebabkan cacat pada janin," katanya saat acara seminar media, beberapa waktu lalu.

Tetapi apabila kehamilan terjadi tanpa rencana, dianjurkan tidak mengubah obat anti epilepsi dan segera berkonsultasi dengan dokter. Biasanya, dokter akan mengurangi dosis obat, merubah obat, atau menambahkan suplemen atau vitamin tertentu.

"Sebetulnya yang paling utama adalah dosisnya. Semakin kecil dosis, kemungkinan janin cacat akan kecil dan yang penting menambah suplemen asam folat," terangnya.

Kurnia mengatakan, sudah menjadi tugas dokter untuk menyiapkan perempuan dengan epilepsi agar mengonsumsi obat satu macam saja, dengan dosis paling minimal agar efek samping pada janin kecil.

Menurutnya, sebelum merencanakan kehamilan sebaiknya si calon ibu sudah mengonsumsi vitamin atau suplemen asam folat. Tiga bulan pertama masa kehamilan adalah masa paling krusial karena disitu sedang berlangsung proses pembuahan janin.

Rendahnya asam folat selama kehamilan mempunyai risiko terjadinya insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan perkembangan pada bayi yang dilahirkan.

93 persen normal dan bayi sehat

Kurnia mengungkapkan, perempuan hamil dengan epilepsi tidak perlu khawatir akan kehamilan mereka. Karena 93 persen lebih wanita epilepsi memiliki kehamilan normal dengan kondisi janin sehat. Namun yang harus diwaspadai adalah 25-30 persen penyandang epilepsi berisiko mengalami bangkitan selama kehamilan.

"Oleh karena itu sangat disarankan untuk mengontrol bangkitannya sebelum terjadi kehamilan," sarannya.

Khusus untuk penyandang epilepsi, proses persalinan harus dilakukan di klinik atau rumah sakit yang mempunyai fasilitas perawatan epilepsi, dan unit perawatan intensif untuk bayi. "Karena kalau terjadi tiba-tiba ada sesuatu yang tidak diinginkan ketika proses melahirkan penanganannya akan lebih aman," tambahnya.

Persalinan pada penyandang epilepsi dapat dilakukan secara normal tanpa operasi. Selama persalinan obat anti epilepsi harus tetap dikonsumsi. Begitu pula ketika menyusui bayi.

"Karena obat yang keluar lewat ASI jumlahnya sangat kecil dan jarang menimbulkan masalah pada bayi. Namun bila bayi terlihat mengantuk terus, segera konsultasi ke dokter," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com