Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boven Digoel Berjuang Keluar dari Daftar Sarang Penyakit

Kompas.com - 30/06/2012, 07:44 WIB

Erwin Edhi Prasetya dan nasrullah nara

Kenso Temorubun (15 bulan) tergolek lemas di pangkuan ibunya, Sisca Wodon (34), di lorong antarbangsal RSUD Boven Digoel. Selang infus masih menempel di lengan bayi itu. Sisca mengajak putranya yang sakit pencernaan itu keluar dari bangsal rawat inap untuk mencari angin. Siang itu, udara dalam bangsal gerah dan beraroma kurang sedap.

Bangsal di rumah sakit tipe D itu umumnya belum dilengkapi fasilitas penunjang kenyamanan bagi pasien. Awal Mei lalu, jangankan mesin penyejuk udara (AC), kipas angin pun minim.

”Panas sekali di dalam kamar,” kata Sisca seraya mengibas-ngibaskan sehelai karton di atas tubuh anaknya.

Tidak hanya itu, saluran air yang mampet membuatnya tidak betah di ruang inap. Di lorong antarbangsal, pasien bisa menghirup udara segar yang berembus dari hutan belantara. Inilah gambaran kegagapan Boven Digoel dan hampir daerah lain di Papua dalam era pembangunan fasilitas publik yang memanfaatkan dana otonomi khusus.

Rumah sakit yang mulai dioperasikan tahun 2012 itu tidak diiringi penataan lingkungan dan sanitasi memadai. Selokan tergenang karena mampet. Jentik dan nyamuk mengincar. Anjing pun berkeliaran di kompleks rumah sakit.

Pemerintah Belanda tahun 1927 mendirikan Tanah Merah sebagai pusat pemerintahan daerah Boven Digoel. Kota ini dijadikan sebagai tempat pengasingan bagi para tokoh pergerakan kemerdekaan. Mohamad Hatta dan Sutan Sjahrir, misalnya, pernah merasakan ”seram”nya diasingkan di daerah ini. Dikelilingi hutan lebat, sungai berbuaya, dan rawa sarang nyamuk malaria, Boven Digoel identik dengan penderitaan.

Mas Marco Kartodikromo, salah satu tahanan politik yang dibuang di Boven Digoel dalam bukunya Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel (2002), menuliskan, rumah sakit selalu penuh penderita malaria dan disentri.

Daerah yang merupakan ”gudangnya ” penyakit mematikan kerap diidentikkan sebagai daerah ”garis merah”.

Boven Digoel kini perlahan menjauh dari ”garis merah”. Meskipun masih tinggi, namun annual malaria insiden (AMI) atau angka kesakitan malaria (malaria berdasarkan gejala klinis) menunjukkan penurunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com