Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Berpuasa

Kompas.com - 01/07/2012, 02:34 WIB

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Saya dinyatakan terdiagnosis HIV dua tahun lalu. Saya laki-laki, umur saya sekarang 25 tahun. Saya memang pernah menggunakan narkoba suntikan sewaktu SMU selama setahun.

Sewaktu akan masuk universitas, saya melakukan check up dan ternyata saya tertular hepatitis C dan HIV. Oleh karena CD4 saya sudah rendah, pengobatan HIV saya didahulukan dan syukurlah hasil terapi baik. Kekebalan tubuh saya (CD4) yang semula hanya 19 naik menjadi sekitar 300. Saya kemudian dianjurkan untuk mendapat terapi suntikan interferon untuk hepatitis C, dan baru bulan lalu selesai.

Sudah dua tahun ini saya tak menjalankan ibadah puasa karena badan lemah dan kekebalan tubuh masih rendah. Namun, sekarang saya sudah merasa segar kembali. Saya sudah bekerja lima bulan ini dan dapat melaksanakan tugas saya sebagai pengelola keuangan di sebuah perusahaan. Selama dua kali bulan Ramadhan saya tak berpuasa, saya merasa terasing dari kegiatan keluarga saya. Saya berusaha untuk ikut buka dan sahur, tetapi saya tak merasakan kegembiraan seperti biasanya karena saya tak melaksanakan ibadah puasa.

Apakah bulan Ramadhan selanjutnya saya boleh berpuasa? Bagaimana cara minum obat antiretroviral agar manfaatnya tak menurun? Teman saya sudah menikah dan punya anak, padahal dia sama dengan saya, mantan pengguna narkoba dan juga terinfeksi hepatitis C dan HIV. Apakah saya juga punya harapan untuk berkeluarga dan punya anak?

M di J

Terapi antiretroviral (ARV) sebagai obat AIDS memang memberikan hasil terapi yang baik. Jika diminum secara teratur, sekitar 80 persen orang yang menggunakan terapi jumlah virus HIV dalam darahnya yang semula ratusan ribu kopi menjadi tak terdeteksi. Kekebalan tubuh dapat meningkatkan kembali, yang dapat dilihat dari peningkatan CD4. Sudah tentu kemungkinan terkena infeksi yang menumpang menjadi kecil karena kekebalan tubuh sudah membaik. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah mereka yang menggunakan obat ARV memiliki penurunan risiko penularan HIV pada orang lain. Karena itulah obat ARV disebut juga sebagai treatment as prevention (terapi sebagai pencegahan). Jadi selain untuk terapi, juga sekaligus untuk pencegahan penularan HIV.

Saya amat memahami keinginan Anda untuk dapat ikut berpuasa bersama keluarga. Memang benar bagi mereka yang sakit, kewajiban berpuasa dapat ditinggalkan. Namun, apakah Anda sekarang dari segi kesehatan sudah boleh berpuasa? Pertanyaan ini banyak ditanyakan oleh orang dengan HIV/ AIDS (Odha). Tak banyak penelitian yang dapat memberi petunjuk mengenai kapan Odha diperbolehkan puasa sehingga puasa tak menyebabkan keadaan kesehatannya memburuk kembali. Salah satu yang menjadi kekhawatiran adalah kadar obat ARV dalam darah yang mungkin menurun jika tak minum obat tepat pada waktunya. Kebanyakan obat ARV diminum dua kali sehari sehingga harus diminum tiap 12 jam. Jarak antara sahur dan buka puasa dapat mencapai 14 jam.

Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa jarak 14 jam ini masih dapat ditoleransi, terbukti dengan kadar obat ARV yang masih baik. Karena itu jika Odha dalam keadaan sehat (tak ada infeksi oportunistik) serta jumlah CD4-nya telah melebihi 200, dia boleh berpuasa. Jadi minum obat sewaktu sahur dan buka puasa untuk obat yang diminum dua kali sehari. Adapun untuk obat yang perlu diminum sekali sehari dapat diminum pada jam-jam tidak berpuasa.

Odha dan keluarga

Odha juga ingin berkeluarga dan punya anak. Syukurlah ilmu kedokteran sekarang dapat membantu cita-cita tersebut dengan tetap menjaga agar pasangan dan anaknya tak tertular. Risiko penularan akan amat menurun jika Anda telah mencapai keadaan jumlah virus HIV di darah tidak terdeteksi. Saya amat mengharapkan Anda terbuka pada calon istri Anda, kalau perlu ajaklah dia berkonsultasi kepada dokter yang mengobati Anda. Anda tentu tak ingin menulari istri dan anak Anda. Dokter bersama Anda dan calon istri Anda dapat mencegah hal yang tak diinginkan tersebut. Sekarang cukup banyak pasangan muda yang salah satu (suami atau istri positif) mereka punya anak yang tak tertular dan mereka dapat hidup bahagia seperti layaknya pasangan muda lainnya.

Badan kesehatan dunia, WHO, sekarang mengharapkan kasus baru HIV di kalangan remaja menurun 50 persen pada tahun 2015, kematian yang berkaitan dengan HIV menurun 50 persen, dan kasus baru HIV pada anak menurun 90 persen. Program pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi di sejumlah negara menunjukkan hasil yang amat menggembirakan. Mudah- mudahan pencapaian kita di Indonesia juga akan mendukung pencapaian WHO. Karena itulah kita harus menggalakkan tes HIV, sebenarnya semua orang boleh saja memeriksakan diri untuk tes HIV. Namun, tes ini diutamakan kepada mereka yang pernah menggunakan narkoba suntikan, melakukan hubungan seksual yang tidak aman, menderita penyakit menular seksual, memiliki pasangan pengidap HIV atau pengguna narkoba suntikan, ibu hamil, penderita tuberkulosis, serta semua yang ingin mengetahui status HIV-nya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com