Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Berbuka dengan Selendang Mayang

Kompas.com - 02/08/2012, 17:10 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

KOMPAS.com - Selendang mayang, nama yang sangat cantik. Secantik warnanya yang terdiri dari warna merah, putih dan hijau, layaknya selendang. Namun, selendang mayang bukanlah sepotong selendang, melainkan makanan khas tradisional Betawi.

Banyak yang tidak mengenal jajanan khas tradisional ini, terbukti dengan jarangnya ditemukan penjual selendang mayang di Jakarta. Hanya ada beberapa penjual yang masih bertahan, salah satunya Endi.

Endi, penjual es selendang mayang, biasanya menjual dagangannya di sekitar Museum Sejarah Jakarta, Kawasan Kota Tua. Ia membawa dagangannya dengan dua buah keranjang besar yang dipikul.

Menurut Endi, ia sudah berjualan es selendang mayang sejak tahun 1989, dulunya masyarakat Betawi menyebut makanan ini sebagai cendol parek.

Sesuai penuturan Endi kepada Kompas.com, Senin (30/7/2012), bahan utama membuat selendang mayang ialah tepung aren dan hunkwe. Tepung aren terbuat dari pohon aren sedangkan hunkwe merupakan pati kacang hijau, biasanya dijual bungkusan. Keduanya dapat ditemukan dengan mudah di pasar.

Tepung Aren dan Hunkwe dimasak bersamaan, dengan perbandingan untuk satu kilo tepung aren ditambah dengan satu bungkus hunkwe.

Adonan tepung aren direbus sambil diaduk selama satu jam, layaknya membuat bubur sum-sum. Tidak lupa diberikan pewarna makanan yang berasal dari pasta strawberry untuk warna merah dan pasta pandan untuk warna hijau.

Setelah adonan matang, selendang mayang dituang ke cetakan kemudian didiamkan.

Rasa selendang mayang sendiri tawar, karena tanpa bahan tambahan apa pun, termasuk gula. Karena menurut Endi, bila ditambahkan dengan tambahan rasa seperti gula atau garam, selendang mayang tidak akan bertahan lama.

"Ya kalo dikasih gula atau garam, nanti dia cepet cair, enggak tahan lama," kata Endi.

Untuk menyantap selendang mayang yaitu dengan memotongnya kecil-kecil ditambahkan gula aren, sedikit kuah santan, dan tak lupa potongan es batu.

Namun, kata Endi, gula aren sangat sulit didapatkan Jakarta. Maka ia menggantinya dengan gula putih biasa tanpa ditambahkan dengan pemanis buatan lain.

Menjadikan selendang mayang sebagai salah satu menu berbuka puasa merupakan pilihan yang tepat. Karena selain segar, rasa selendang mayang juga sangat kenyal dilidah serta mudah untuk ditelan.

Disamping kesegaran dan kenikmatan selendang mayang, ternyata ia juga memiliki khasiat lain yaitu sebagai pencegah panas dalam.

Walaupun Bulan Ramadhan, Endi tetap menjajakan dagangannya dari pagi, bersamaan dengan jam buka museum yaitu jam 09.00.

"Ya saya sih jualan dari pagi, dari jam 9-an, soalnya kan museum bukanya jam 9. Tapi kalo selesainya ya tergantung abisnya dagangan," tuturnya.

Bahkan, tidak jarang Endi menjual dagangannya hingga malam, karena masih banyak pengunjung yang berada di sekitar museum untuk menikmati wisata malam, sekadar mengobrol, ataupun sedang melakukan kegiatan.

"Kalau bulan puasa pernah sampai ada yang sahur disini," ujarnya.

Namun, tambah Endi, pada bulan Ramadhan, pejualan es selendang mayang sedikit menurun, mungkin karena pada siang hari banyak pengunjung yang sedang berpuasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com