Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/08/2012, 11:01 WIB

Kompas.com - Seperlima pria di negara miskin adalah perokok. Sementara itu, jumlah wanita yang merokok di usia muda terus meningkat. Demikian menurut hasil studi yang dimuat dalam jurnal The Lancet mengenai pola perokok secara global.

Rokok menjadi penyebab kematian terbesar di negara berkemabng. Walaupun kampanye bahaya rokok terus digaungkan di seluruh dunia, tetapi jumlah perokok di negara miskin dan berkembang yang berhenti hanya sedikit.

Penelitian juga mengungkapkan ada perbedaan yang besar mengenai jumlah perokok berdasarkan gender dan negara. Perbedaan lain adalah akses terhadap paraturan anti rokok dan terapi.

"Meskipun sejak 2008 1,1 miliar orang telah terlindungi berkat adaptasi peraturan pengendalian tembakau, tetapi 83 persen populasi dunia belum memiliki kebijakan tersebut," kata Gary Giovino dari Universitas Buffalo School of Public Health and Health Profession di New York, yang memimpin studi ini.

Acuan yang dipakai antara lain pembatasan merokok di ruang publik, pelarangan iklan rokok, serta keharusan mencantumkan peringatan bahaya merokok pada kemasan.

Baru-baru ini pengadilan tinggi Australia mengeluarkan larangan penggunaan logo rokok dalam kemasan. Peraturan itu sejalan dengan rekomendasi WHO. Negara lain yang berencana untuk menetapkan aturan serupa antara lain Kanada, India, Selandia Baru, Norwegia, dan Inggris Raya.

Menurut WHO, separuh dari kematian para perokok disebabkan oleh kebiasaan mereka menghisap rokok. Rokok juga memicu kanker paru, penyakit pernapasan kronik, serta penyakit jantung.

Dalam penelitian yang dilakukan Giovino, ia membandingkan pola perokok berusia 15 tahun ke atas di negara maju dan negara ekonomi lemah. Sebagai perbandingan digunakan data perokok di dari Amerika Serikat dan Inggris.

Negara dengan jumlah perokok terbanyak adalah China (301 juta), diikuti India (275 juta). Mayoritas adalah laki-laki (41 persen), sementara wanita hanya sekitar 5 persen. Jumlah perokok wanita paling banyak ada di negara Polandia (25 persen), Inggris (21 persen), dan AS (16 persen).

Mayoritas perokok (64 persen) memilih produk rokok industri, sementara di negara India dan Banglades kebanyakan mengunyah daun tembakau.

Menanggapi hasil penelitian tersebut, para pakar menyebutkan setiap negara seharusnya menginvestasikan dana lebih banyak untuk program pengendalian tembakau. Di negara miskin, dari setiap penghasilan 9.100 dollar Amerika pajak tembakau, hanya sekitar 1 dollar yang dipakai untuk pengedalian tembakau.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com