Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/09/2012, 15:00 WIB

Kompas.com - Hampir separuh remaja penyandang autisme mendapat gangguan bullying (perundungan) di sekolahnya. Angka kejadian perundungan pada anak berkebutuhan khusus tersebut lebih tinggi dibandingkan populasi umum.

Studi sebelumnya menyebutkan anak dan remaja yang diganggu cenderung depresi, kesepian, cemas, dan memiliki prestasi akademik lebih buruk dibanding dengan anak yang tidak diganggu. Ini berarti anak autisme akan lebih kesulitan karena tanpa diganggu pun mereka perlu berjuang lebih dibanding anak normal.

Para peneliti, seperti dimuat dalam jurnal Archieves of Pediatrics & Adolescent Medicine menyebutkan, sekolah perlu menargetkan kampanye anti-perundungan pada kelompok yang rentan, seperti anak autisme atau mereka yang menderita gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktif.

"Intervensi bullying yang dipakai saat ini, jika tidak diperbaiki tidak akan efektif," kata Paul R.Sterzing, ketua peneliti dari Universitas California, Berkley.

Tingginya jumlah anak yang didiagnosa autisme juga menyebabkan prevalensi anak yang diganggu di sekolah tampak lebih tinggi. Di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 88 anak didiagnosis menderita spektrum autisme, termasuk autisme dan sindrom Asperger.

Menggunakan data survei tahun 2001 terhadap 920 orangtua, Stering dan timnya menemukan bahwa 46 persen orangtua yang memiliki anak autisme mengaku anak mereka menjadi korban perundungan dan 15 persen kerap mengganggu.

Anak autisme yang kerap dirundung adalah mereka yang berada di kelas reguler. Meski begitu tidak berarti anak autisme perlu dipisahkan dari temannya yang sehat dan ditempatkan dalam kelas khusus.

Debra J.Pepler, yang meneliti tentang perundungan diantara anak rentan, mengatakan ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengurangi perundungan pada anak berkebutuhan khusus. Salah satunya membentuk "lingkaran dukungan" yang terdiri dari sekelompok anak-anak yang sudah diedukasi mengenai kondisi temannya dan mampu memberikan bantuan dan dukungan.

"Perlu diajarkan juga pada seluruh anak bahwa setiap orang punya hak untuk merasa aman dan tidak baik mengganggu atau mengejek seseorang yang berbeda," kata Pepler yang tidak terlibat dalam penelitian Sterzing.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com