Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/09/2012, 12:05 WIB

TABANAN, KOMPAS.com - Siapa menyangka Desa Dauh Peken, Tabanan Bali yang dikenal sebagai kampung kodok dulunya adalah desa yang sangat kumuh, jorok, berbau, dan banyak sampah. Rumah penduduk yang berhimpitan menjadi salah satu alasan mengapa rumah-rumah nihil septictank. Alhasil, kotoran warga dari jamban langsung dibuang melalui saluran air dan mengalir ke sungai.

Pemandangan ini perlahan sirna, tahun 2008 desa Dauh Peken mulai dibenahi. Kepala Desa Dauh Peken, Tabanan, I Gusti Komang Wastane bilang sekarang kondisi desanya jauh lebih baik. Ia tidak menemukan lagi masyarakat yang BAB sembarangan.

"Karena rumah-rumah warga jaraknya rapat-rapat maka akan malu kalau sampai BAB sembarangan. Bahkan dengan mudah ketahuan tetangganya," ujarnya ketika ditemui dalam rangka kunjungan para peserta konferensi East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASAN) III di Tabanan, Rabu (12/9/2012).

Semuanya berawal ketika program Sanitasi Masyarakat (Sanimas) diperkenalkan di Desa Dauh Peken tahun 2007. Tahun 2008, program ini disosialisasikan kepada warga dan berlangsung hingga hari ini. Warga yang ikut berpartisipasi dalam program ini kini berjumlah 56 kepala keluarga atau 423 jiwa. Sanimas merupakan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM), dimana instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah tangga dikelola oleh komunitas atau warga. Dengan sanimas, warga yang tidak memiliki saluran pembuangan atau septictank difasilitasi instalasi yang berpusat di satu tempat.

Di pusat IPAL inilah, air limbah cair warga diolah. Pengolahannya dari hulu ke hilir dan diolah secara bertahap. Kotoran warga yang dialirkan melalui pipa ditampung di satu lubang silindris, kemudian bertahap diuraikan sampai pada lubang terakhir menjadi air yang tidak berbahaya bagi lingkungan.

Suharsono, Sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Indah Lestari sebagai pengelola program Sanimas menuturkan, demi berlangsungnya program ini secara berkelanjutan, warga asli desa wajib membayar Rp 5.000,- dan warga pendatang wajib membayar sebesar Rp 2.000,-. Uang yang terkumpul satu bulan berkisar Rp 225.000,- sampai Rp 300.000,-. Sebanyak Rp 150.000,- digunakan untuk membayar operator, sedangkan sisanya digunakan untuk perawatan alat-alat pengolahan limbah cair.

Sebagai pengelola, Suharsono dan 15 anggota mengaku tak mudah mengubah perilaku masyarakat dari BAB sembarangan menjadi lebih terarah dan sehat. Namun, dengan pendekatan dan sosialisasi secara bertahap akhirnya warga sadar dan mau peduli dengan kesehatan lingkungannya.

"Warga ikut merawat, mereka memiliki rasa memiliki serta peduli dan bertanggung jawab," ujarnya.

Wastane juga mengakui bagaimana susahnya mengubah pola pikir dan kebiasaan buruk warganya. "Mengubah mindset mereka dari buang sampah sembarangan dan BABS memang sulit. Ada juga warga yang di awal-awal program tidak mau terlibat. Namun, dengan pendekatan persuasif pelan-pelan berubah dan mau ikut berperan serta," tambahnya.

Lantaran kerjasama apik warga desa Dauh Peken, mereka berhasil menyabet juara I pengelola program Sanimas berkelanjutan dari Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011. Sebelumnya, secara berturut-turut, pada tahun 2009 dan 2010, desa berhasil menjadi juara I Sanimas Award tingkat kabupaten Tabanan.

Prestasi ini menurut Watane adalah buah kerja seluruh warga. Ia berharap keberhasilan kampung kodok tidak sesaat. Selain itu, prestasi ini sebaiknya menjadi contoh bagi desa-desa lainnya di Tabanan.

"Karena kalau desa kita itu bersih, yang sehat bukan cuma fisiknya saja. Tetapi juga jiwa warga ikut sehat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com