Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2012, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Himbauan dan ancaman bahaya merokok yang tertulis pada bungkus rokok dinilai tidak efektif dalam  mengendalikan perokok di Indonesia. Sayangnya, usulan penyertaan peringatan bergambar di bungkus rokok sebagai salah satu upaya pengendalian masih menemui jalan buntu. Dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tembakau, usulan ini ditolak oleh industri rokok di Indonesia.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof.dr. Hasbullah Tabrany, MPH mengatakan, Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara lain untuk pengendalian rokok dan tembakau. Ia mencontohkan, di Malaysia dan Singapura penyertaan gambar di bungkus rokok sudah berjalan. Bahkan di Australia, produk rokok dijual tanpa menyertakan merek.

"Tetapi di sini, dimana produksi rokok sangat besar, pencantuman gambar di bungkus rokok sangat susah. Industri itu keberatan, padahal di negara-negara lain sudah berlangsung," ujarnya dalam acara 'Amanat Penting Media untuk Mendukung Komitmen Menteri Kesehatan dan Pengendalian Tembakau' di Jakarta, Senin (17/9/2012).

Koordinator Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr.Soewarta Kosen, MPH dalam kesempatan yang sama menambahkan, dalam pembahasan RPP pun masih alot soal pengaturan iklan rokok. "Baliho besar iklan rokok itu hanya terjadi di Indonesia. Dalam RPP kemarin saja, mereka mau ukurannya 70 meter persegi. Itu kan sangat luas," katanya.

Menurut Kosen, seharusnya pengendalian tembakau dan rokok ini menjalankan 6 strategi MPOWER sesuai anjuran badan kesehatan dunia WHO. Strategi tersebut adalah melakukan monitor konsumsi tembakau dan prevensinya, perlindungan terhadap asapp rokok, optimalkan dukungan untuk berhenti merokok, waspadakan masyarakat akan bahaya merokok, eliminasi iklan, promosi, dan sponsor rokok, serta raih kenaikan cukai untuk tembakau.

"Untuk itu Kemenkes tidak bisa sendiri dalam pengendalian tembakau dan rokok. Kementerian lain dan para pejabatnya harus membuka diri dan mendukung langkah kemenkes ini," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com