Jakarta, Kompas
Kepala Dinas Kesehatan TNI AL Laksamana Pertama Jeanne PMR Winaktu, Kamis (11/10), di Jakarta, mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan harapan masyarakat.
”Sejak awal, rumah sakit kami melayani pasien umum dan menerima pemakai Askes atau Jamkesmas. Jadi, tahun 2014 nanti tinggal pengalihan saja ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),” katanya.
Ia mengatakan, RS TNI AL sedang melengkapi fasilitas hiperbarik. Dari sekitar 20 RS TNI AL di seluruh Indonesia, belum semua memiliki hyperbaric chamber (ruang bertekanan udara tinggi). Fasilitas itu baru ada di RS dr Mintohardjo (Jakarta), RS dr Midiyato Suratani (Tanjung Pinang), RS dr Ramelan (Surabaya), dan RS dr FX Soehardjo (Ambon).
Winaktu mengatakan, akhir Oktober atau awal November ini, TNI AL dan Pemerintah Provinsi Aceh melengkapi RS AL Lilipory Sabang dengan fasilitas ruang hiperbarik. ”Hal ini untuk melengkapi Sabang sebagai tujuan wisata selam yang sedang berkembang,” ujarnya di sela Seminar Pengobatan dan Kegawatdaruratan Hiperbarik di Laut yang digelar TNI AL.
Dalam seminar yang dibuka Wakil Kepala Staf TNI AL Laksamana Madya Marsetio, Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Chairul Radjab Nasution meminta agar rumah sakit yang dikelola TNI AL bersiap menyambut pelaksanaan SJSN.
”Kami berharap ada pemetaan fasilitas layanan kesehatan TNI AL, dari awal pelayanan hingga selesai,” ujar Nasution. Ia memaparkan, saat SJSN bidang kesehatan dimulai tahun 2014,
Lebih lanjut, menurut Nasution, layanan medis regular dilakukan bertingkat dari primer, sekunder, hingga tersier. TNI AL diminta mengklasifikasikan potensi infrastruktur medisnya secara bertingkat. Klasifikasi ini disinkronkan dengan RS pemerintah/swasta yang akan menentukan besaran tarif.
Selain itu, TNI AL dan Perhimpunan Kesehatan Hiperbarik Indonesia diminta merumuskan detail pengobatan dengan metode hiperbarik. Alasannya, metode hiperbarik telah dipakai luas untuk pengobatan, tidak hanya untuk tujuan estetika/kecantikan dan perawatan tubuh.
”Perlu kejelasan, siapa yang berwenang menentukan perlunya dilakukan pengobatan hiperbarik,” katanya.