Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penalti Rp 800 Juta per Hari Jika MRT Ditunda

Kompas.com - 18/10/2012, 22:32 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat terancam terkena penalti membayar bunga Rp 800 juta per hari apabila pelaksanaan proyek pembangunan transportasi massal berbasis rel mass rapid transit (MRT) mengalami pengunduran. Kabar itu berembus setelah adanya rencana pengkajian ulang oleh Gubernur DKI Joko Widodo yang arahnya tertuju pada pembatalan proyek tersebut.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin menilai langkah Jokowi untuk mengevaluasi atau mengkaji ulang MRT bukan merupakan suatu masalah. Langkah itu merupakan bagian legitimasi seorang kepala daerah terhadap program pembangunan yang akan dilaksanakan di wilyahnya. Hanya saja, permintaan evaluasi itu jangan sampai membuat jadwal pembangunan MRT yang telah ditetapkan antara pemerintah Jepang, pemerintah Indonesia, dan Pemprov DKI Jakarta menjadi molor. Terlebih jika keputusan akhir Jokowi adalah membatalkan proyek tersebut.

"Meminta pemaparan PT MRT Jakarta untuk menjelaskan transparansi anggaran, sistem kerja dan pengawasan manajemen merupakan langkah yang sudah benar karena mereka adalah orang baru dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta. Tapi jangan sampai pembangunannya menjadi molor," kata Nurdin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (18/10/2012).

Ia menyampaikan, bila pembangunan MRT molor dari jadwal yang telah ditetapkan atau batal, maka konsekuensi yang akan ditanggung Pemprov DKI dan pemerintah Indonesia akan sangat berat, baik finansial maupun moral. Dalam perjanjian pinjaman (loan agreement) tercantum bahwa jika pembangunan MRT terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal, maka akan dikenakan kewajiban membayar bunga sebesar Rp 800 juta per hari. Bunga itu selanjutnya menjadi beban Pemprov DKI dan pemerintah pusat.

"Bayangkan saja kalau benar-benar dilakukan kajian ulang. Taruhlah kajian itu memakan satu tahun, lalu Gubernur menyetujui pembangunan MRT, artinya pembangunan sudah telat 1 tahun atau 365 hari. Dengan begitu, denda yang dibayarkan DKI dan pemerintah bisa mencapai Rp 292 miliar. Ini akan memberatkan APBD dan APBN, lebih baik uang denda itu digunakan untuk membangun yang lain," ujar Nurdin.

Begitu juga jika Jokowi memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan biaya yang terlalu mahal. Hal itu akan mendatangkan konsekuensi moral dan mencemarkan nama baik DKI Jakarta serta Indonesia di iklim investasi internasional.

Menurut Nurdin, buntut dari pembatalan MRT akan membuat para investor takut menanamkan modalnya di Jakarta maupun di Indonesia karena melihat proyek MRT yang diberikan dengan bunga 0,25 persen berikut jangka waktu pengembalian pinjaman selama 30 tahun bisa dibatalkan secara sepihak.

"Jadi pembangunan MRT tidak mungkin ditunda dan dibatalkan karena ini menyangkut dua negara dan banyak instansi. Ini bukan proyek daerah seperti membangun sekolah. Kalau sampai batal, taruhannya nama baik Indonesia di mata dunia. Tidak akan ada yang mau berinvestasi di Indonesia, padahal bunganya sangat kecil sekali," katanya.

Ia mengatakan, proyek pembangunan MRT harus dilaksanakan sesuai jadwal karena semuanya sudah dikaji sejak jauh hari bersama tenaga yang kompeten di bidang tersebut. Termasuk mengenai standar pembiayaan yang jauh lebih murah. "Karena itu saya sarankan, Jokowi atau Ahok jangan mengutak-atik anggaran yang sudah ada karena akan berdampak pada pembangunannya dan molor. Lebih baik Jokowi awasi transparansi anggarannya saja, supaya dana pinjaman tersebut digunakan secara benar dan tepat," kata Nurdin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com