Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Martha Tilaar Membuat Jamu Gendong Naik Kelas

Kompas.com - 30/10/2012, 14:10 WIB

KOMPAS.com - Para perempuan peracik dan penjual jamu gendong butuh dukungan untuk berkembang. Bukan hanya mengembangkan kemampuan dirinya untuk mandiri, namun juga meningkatkan kualitas jamu yang diproduksinya. Selain itu juga agar mereka lebih peduli dengan penampilannya, dan memahami cara merawat dirinya.

Sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan, PT Martina Berto Tbk, mengajak 75 perempuan dari kelompok jamu gendong di kawasan Tegal Parang, Mampang, dan Taman Mini Indonesia Indah, untuk mengikuti Pelatihan Laskar Jamu Gendong di Kampoeng Djamoe Organik (KaDO), Cikarang, Jawa Barat.

Pelatihan ini sekaligus menjadi cara Dr Martha Tilaar, pendiri Martha Tilaar Group dan inisiator KaDO, untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap perempuan yang disebut sebagai Laskar Jamu Gendong. Terutama untuk memberdayakan perempuan dalam melestarikan jamu, sekaligus memeringati hari jadi ke-75 yang dirayakan 4 September.

"Kalau diasah, para laskar jamu pasti bisa lebih baik, dan jamu gendong yang berkualitas bisa masuk ke kampung-kampung," tutur Dr Martha, di sela pelatihan yang berlangsung di Pendopo Bali, KaDO, Cikarang, Jawa Barat, Selasa (30/10/2012).

Hefriyan Handra, Research and Development Manager PT Martina Berto Tbk mengatakan, pelatihan jamu gendong ini bukan kali pertama dilakukan Martha Tilaar Group. Namun, mendatangkan laskar jamu gendong untuk mengikuti empat jam pelatihan di Kampoeng Djamoe Organik merupakan program perdana yang dilakukan MTG.

Pelatihan jamu gendong merupakan agenda tahunan yang telah menjaring 200 laskar jamu gendong. Selain pelatihan, MTG juga menggelar festival untuk laskar jamu gendong. Festival ini menjadi cara meningkatkan kualitas jamu, agar minuman jamu semakin diminati masyarakat sebagai minuman kesehatan yang terjamin mutunya, termasuk di kalangan menengah atas .

"Pelatihan di Kampoeng Djamoe mengenalkan dasar-dasar herbal, untuk membuka wawasan para laskar jamu gendong. Juga me-refresh kembali pengetahuan mereka mulai dari bahan baku sampai kemasan," jelasnya kepada Kompas Female.

Menurutnya, para penjual jamu perlu memiliki pengetahuan mengenai minuman jamu yang higienis. Dengan begitu, para perempuan pembuat dan penjual jamu tetap bisa menggunakan cara sederhana untuk memproduksi jamu yang higienis.

Selain persoalan higienitas, pelatihan laskar jamu gendong juga mengasah kemampuan mengembangkan produk jamu.

"Biasanya mereka menjual jamu beras kencur, kunyit. Di sini mereka bisa belajar membuat jamu lidah buaya untuk mengembangkan produk jamunya," jelasnya.

Kampoeng Djamoe Organik yang ditanami sekitar 650 tanaman obat dan kosmetik (Toka), juga menjadi sumber inspirasi bagi kaum ibu pembuat jamu. Keragaman toka yang ada bisa menginspirasi kaum ibu untuk menanam sendiri di rumah, termasuk untuk bahan baku jamu.

"Ekspektasinya mereka bisa meningkatkan cara membuat jamu dan menularkan kepada yang lainnya, serta menjadi inspirasi," tambahnya.

Belajar dari praktisi di KaDO, para perempuan penggerak ekonomi skala home industry dan pelestari jamu ini juga bisa mengenali cara memilih bahan baku yang tepat agar khasiat jamu tak berkurang atau bahkan hilang.

"Kebanyakan penjual jamu tahu bahan baku tapi tidak peduli. Mereka memilih bahan baku seadanya. Saat jualan mereka juga menggunakan botol plastik yang berulangkali dipakai, bukan botol kaca. Pemilihan bahan dan kemasan yang kurang tepat ini bisa memengaruhi khasiat jamu," jelas Hefriyan.

Tak hanya mendapatkan teori, perempuan peserta latihan membawa pulang pengalaman dan inspirasi untuk hidup sehat dan cantik dengan cara alami menggunakan tanaman obat dan kosmetik, dari kawasan konservasi keanekaragaman hayati seluas 10 hektar yang menjadi paru-paru kota di kawasan industri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com