Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/01/2013, 11:23 WIB

KOMPAS.com - Penanganan gangguan kesehatan pada seseorang yang dilakukan seorang klinisi atau dokter tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menentukan tindakan medis, baik pemberian obat atau tindakan operasi, harus membutuhkan kecermatan dalam menegakkan diagnosis dan memastikan dengan kesesuaian indikasi tindakan medis yang harus dilakukan.

Fenomena ini tampaknya bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di belahan dunia lainnya. Seringkali, terjadi intervensi berlebihan dan tidak sesuai indikasi tepat baik dalam pengobatan ataupun tindakan operasi pada pasien.  Hal ini bukan hanya dilakukan dokter, tetapi sering pula terjadi karena desakan pasien.

Tidak disadari bahwa tindakan atau intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi itu dapat berdampak merugikan bagi penderita mulai dari yang ringan sampai risiko mengancam jiwa. Intervensi medis berlebihan dan tidak sesuai indikasiyang paling sering adalah pemberian antibiotika, operasi amandel, rawat inap rumah sakit, operasi usus buntu dan operasi sectio caesaria. Intervensi medis berlebihan lainnya adalah pemberian obat dan vitamin berlebihan, operasi tidak sesuai indikasi atau tindakan operasi dalam keadaan kondisi penderita prognosisnya sangat buruk dan memang sudah ada tidak ada harapan untuk sembuh.

Berikut ini adalah 5 intervensi medis berlebihan dalam dunia kesehatan indonesia :

1. Pemberian antibiotika

Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84 persen setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9 persen resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan.

Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut. Di Indonesia, belum ada data resmi tentang penggunaan antibiotika. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotika di Indonesia jauh banyak dan lebih mencemaskan. Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri.

Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek yang berkelanjutan selama lebih 10 - 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika. Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 derajat celcius dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah.

Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus. Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15 persen yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus. Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 - 15 persen penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk "self limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 - 7 hari.

Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan oleh kerjasama CDC dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari infeksi pernapasan atas yang disebabkan virus. Perubahan warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus, bukan merupakan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri

2. Rawat inap rumah sakit

Seringkali seorang anak demam tinggi atau anak dengan kejang tetapi keadaan umumnya masih baik langsung diadviskan rawat inap di rumah sakit. Mungkin saja, indikasi rawat inap di rumah sakit kasus tersebut sudah tepat. Tetapi sebaliknya, banyak kasus yang seharus yang tidak memerlukan rawat inap dipaksakan masuk rumah sakit. Kadangkala tindakan berlebihan ini bukan hanya dilakukan dokter, tetapi juga dilakukan orangtua. Karena kecemasan yang berlebihan anak sakit demam tinggi sedikit atau muntah beberapa kali sudah memaksa dokter untuk dilakukan rawat inap.

Beberapa institusi sudah mengeluarkan rekomendasi indikasi kapan harus melakukan rawat inap bagi berbagai kasus penyakit. Tetapi batasan dan kriteria tersebut pada umumnya masih sangat luas dan menimbulkan berbagai interpretasi dan perdebatan. Dampak rawat inap yang tidak sesuai indikasi selain menghamburkan biaya yang besar juga berisiko mendapatkan infeksi nosokomial atau infeksi baru yang tertular di rumah sakit. Pada umumnya justru infeksi nosokomial lebih ganas kumannya daripada infeksi di luar rumah sakit.

3. Operasi amandel tonsilektomi

Operasi amandel atau tonsilektomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan sepanjang asejarah operasi. Kontroversi tonsilektomi paling banyak dilaporkan dibandingkan operasi manapun. Tonsilektomi bila sesuai indikasi sangat perlu dan harus dilakukan. Tetapi, ternyata banyak kasus operasi amandel tidak sesuai indikasi. Seringkali orangtua bingung dalam menghadapi anak yang diadviskan untuk operasi amandel atau tonsilektomi. Bingung karena seringkali terjadi perbedaan pendapat antara beberapa dokter.

Pendapat dokter tertentu mengadviskan untuk menunda operasi karena berbagai alasan medis seperti masih belum ada indikasi mutlak. Tetapi sebaliknya, pendapat dokter tertentu untuk segera melakukan operasi amandel segera karena berbagai alasan medis yang lain.

Sebenarnya indkasi harus operasi menurut American Academy of Otolaringology Headneck Surgery (AAO) hanya 3 yaitu (1) Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal. (2) Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
(3) Tonsillitis yang dan mengakibatkan kejang demam.
(4) Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com