Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2013, 18:02 WIB

KOMPAS.com - Kekakuan itu ialah tanda kematian. Sebaliknya, fleksibilitas,  kelenturan itu  kehidupan. Ketika sendi lutut Anda misalnya terasa kaku, dan Anda membiarkanya, lama-lma sendi itu akan semakin mengeras, dan suatu saat Anda tidak akan dapat sama sekali menekuknya atau meluruskannya, sendi Anda sudah mati. Bahkan, bila semuanya sudah kaku, Anda juga benar sudah tidak bernyawa lagi.

Sebaliknya, dengan sendi-sendi yang lentur, flkesibel Anda dapat berlari kencang, melempar bola bahkan memanjat pohon.  Saya ingat masa anak-anak dulu, waktu itu saya bisa menekuk pinggang saya ke belakang, sehingga saya dapat mengambil sebuah batu yang ada di belakang saya. Kalau ditanya  sekarang,  untuk melakukan hal yang sama, apa saya bisa ?

Jangankan seperti itu, berusaha mencium lutut dengan membungkuk ke depan sudah tidak bisa lagi. Lalu,  kalau ada yang bertanya, "mana yang lebih sehat? Tulang belakang  saya yang sekarang atau waktu anak-anak ketika masih  lentur dulu?" Saya kira semua akan menjawab waktu anak-anak dulu.

Hipertensi, Anda pasti tahu penyakit ini. Penyakit yang mulai mengncam Anda seiring dengan bertambahnya usia Anda. Artinya semakin tua, Anda semakin besar kemungkinan menderita penyakit ini. Salah satu teori terjadinya penyakit itu ialah karena semakin kakunya pembuluh darah Anda, sehingga jantung harus memompa lebih keras agar darah tetap mengalir sampai ke seluruh tubuh Anda.

Semakin kaku pembuluh darah Anda, maka akan semakin tinggi tekanan darah Anda. Dan bila akibat kekakuan itu, darah tidak dapat lagi menembusnya, kematian bisa terjadi. Beberapa obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah ini di antaranya adalah vasodilator yang berkeja mengembalikan kelenturan pembuluh darah. Jadi, mana yang lebih sehat pembuluh darah yang kaku, keras atau yang lentur, fleksibel?Jawabannya pasti yang fleksibel.

Tidak hanya secara fisik bahwa kekakuan adalah tanda kematian. Sebaliknya kelenturan, fleksibilitas itu sesuatu yang sehat dan menyehatkan.  Bagaimana anda berpikir atau bereaksi terhadap situasi tertentu  juga sama?

Perumpamaan di bawah ini barangkali dapat memggambarkan  perlunya Anda  berpikir fleksibel.  Suatu waktu Anda ingin ke luar kota dengan kereta api. Semuanya sudah anda siapkan, bahwa akan naik kereta  pada jawal tertentu. Namun sampai di peron kereta sudah berangkat. Bagaimana reaksi Anda menghadapi situasi demikian? Anda marah-marah, mengumpat, kecewa berlari mengejar kereta yang sudah melaju itu? Atau Anda berpikir, sambil senyum, oh ya, tidak apa-apa, ada kereta selanjutnya, saya dapat isirahat dulu, mana tahu di kereta nanti saya dapat tempat duduk.

Lalu, barangkali anda ingat Friman Allah: Boleh jadi Anda tidak menyukai seseuatu, padahal banyak kebaikan yang diberikan bersamanya (QS 4: 19)

Bayangkan kalau Anda mengambil sikap sebaliknya Anda tidak terima, kemudian marah-marah, mengumpat, membanting tas anda. Apa yang tejadi? Kereta akan kembali untuk Anda? Jelas, tidak. Yang pasti, jantung  Anda akan berdebar kencang, dada Anda terasa sempit dan sesak, keringat dingin bercucuran.

Apa ini bukan penyakit?  Ah, Anda mungkin beranggapan sesekali menghadapi situasi seperti ini boleh saja.  Tetapi ingat, zaman sekarang ini situasi demikian akan Anda hadapi di mana dan kapan saja dalam bermacam bentuk, bahkan di belakang dapur Anda sendiri. Kalau Anda tidak fleksibel menghadapinya Anda akan tua lebih dini, dan bahkan lupa bernafas lebih cepat.

Kemudian, sebagai  pembelajaran, sebenarnya alam sudah memberikan contoh bahwa  fleksibel itu lebih baik, dan hidup. Coba perhatikan pohon yang kaku, bila ditiup angin kencang akan tumbang dengan sangat mudah, Tetapi pohon yang fleksibel tidak demikian, tidak akan tumbang akibat badai yang menerpa. Bahkan, akarnya akan semakin menghujam dalam ke tanah, dan semakin kuat. Jadi, hendaknya kita juga demikian, emosi kita tidak mudah terpancing oleh hal-hal sepele. Darah kita jangan cepat mendidih hanya ketika melihat sesuatu yang tidak kita senangi.

Ketika sedang asyik menyetir mobil, tiba-tiba sebuah mobil lain menyalip anda dengan kencang tanpa ada aba-aba, dan hampir menyerempet anda. Apa yang anda lakukan?  Mungkin umpatan, sumpah serapah menyembur dari mulut Anda, menekan klakson dengan emosional berulang kali. Kalau bisa mengejarnya, apa yang Anda rasakan waktu itu? Pasti dada Anda sesak, jantung Anda berdebar cepat memburu, wajah Anda memerah geram, otot-otot Anda tegang, apakah ini sehat? Tetapi bila anda fleksibel, dalam hati Anda berpikir, jangan-jangan sopir itu ada masalah, ada sesuatu yang harus dikejarnya, barangkali istrinya mau melahirkan atau sang sopir sendiri lagi sakit perut. Lalu, Anda menarik nafas dalam sambil senyum dan berdoa semoga Allah melindunginya. Apa ini tidak lebih sehat?

Fleksibel itu ibaratkan belajar silat, Anda tahu kapan harus menunduk, kapan harus mengelak, bahkan tahu kapan harus menangkis, menyerang, dan menendang. Bayangkan kalau Anda hanya bisa kaku tegak berdiri, musuh dengan mudah menjatuhkan Anda, Anda bisa jatuh terkapar. Sayang, banyak kita yang kaku dalam segala hal, termasuk berpikir, selalu merasa  benar, lebih tahu, orang lain salah.  Pada hal itu tidak sehat untuk Anda, dan ingat bahwa apa pun yang terjadi di luar semua tergantung reaksi Anda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com