Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/02/2013, 09:03 WIB

KOMPAS.com - Gangguan irama jantung jarang dirasakan dan disadari oleh penderita. Padahal gangguan ini merupakan pemicu stroke. Sekitar dua dari lima kejadian stroke dipicu oleh gangguan irama atau aritmia jantung.

"Denyut jantung yang tidak teratur, terlalu cepat atau terlalu lambat, menyebabkan adanya turbulensi aliran darah sehingga mudah timbul bekuan darah yang bisa memicu penyumbatan," kata dr. Daniel Tanubudi, SpJP, Kepala Departemen Kardiologi dari RS Eka Hospital Tangerang, dalam acara jumpa pers simposium kardiologi di Jakarta, Rabu (13/2/13).

Untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai pemompa darah, jantung memiliki "gardu listrik" dan kabel-kabel yang merangsang jantung untuk berdenyut secara ritmis atau teratur. Kerusakan pada kabel atau sumber listrik akan memicu gangguan irama jantung.

Keluhan akibat aritmia jantung yang umum dialami pasien antara lain rasa mudah lelah, pusing, sesak, sakit di dada, mudah pingsan, serta jantung berdebar-debar atau denyut jantung tak teratur.

Irama jantung yang normal adalah sekitar 60-100 kali per menit saat istirahat. "Untuk menghitungnya bisa dengan cara memegang nadi di pergelangan tangan," kata Daniel.

Gangguan irama jantung sebagian besar dipicu oleh gaya hidup yang kurang sehat. Misalnya olahraga tidak teratur, hipertensi, kurang istirahat. Namun ada juga yang disebabkan oleh kelainan pada tubuh, misalnya gangguan pada katup jantung atau pada "kabel-kabel" jantung.

Untuk mendiagnosa gangguan irama jantung ada beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan pasien, antara lain melakukan rekam jantung (EKG), pemeriksaan USG jantung (echocardiografi), tes treadmill, hingga holter monitoring atau pemasangan alat rekam jantung selama 24 sampai 48 jam.

Daniel mengatakan, gangguan irama jantung memang belum mendapat perhatian dari masyarakat. Fasilitas perawatan penyakit itupun sangat sedikit di Indonesia. "Baru sekitar 5 rumah sakit yang punya fasilitas tersebut dan hampir seluruhnya di Jakarta. Bandingkan dengan Korea Selatan yang berpenduduk 40 juta jiwa tapi ada 20 rumah sakit yang bisa menangani penyakit ini," paparnya.

Saat ini sudah ada obat-obatan untuk terapi gangguan irama jantung. Pada taraf yang lebih kompleks dokter akan memasang alat pacu jantung sementara atau permanen untuk irama jantung yang terlalu lambat.

Menurut Daniel, kini sudah tersedia teknologi canggih dengan teknik kateterisasi untuk membuat aliran listrik jantung kembali normal. Teknologi yang disebut dengan elektrofisiologi dan ablasi ini bisa melihat jantung secara jelas namun dengan paparan radiasi sangat kecil karena menggunakan teknologi tiga dimensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com