Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/04/2013, 09:39 WIB

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional 2014 dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyelenggara punya tantangan besar. Meskipun demikian, Kementerian Kesehatan optimistis sistem baru tersebut akan berjalan sesuai jadwal.

Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Minggu (7/4), di sela ”Expert to Expert Workshop on Addressing Clinical Challanges of Chronic Diseases Management through UHC 2014 and S-MDG’s in 2025”, di Jakarta. Pertemuan itu membahas penanganan penyakit-penyakit kronis dalam koridor Sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (SJSN).

Menurut Ghufron, tantangan pelaksanaan SJSN tak hanya terletak pada kesiapan infrastruktur pelayanan kesehatan, tetapi juga ketersediaan sumber daya manusia bidang kesehatan, seperti dokter (umum dan spesialis), hingga tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, dan analis kesehatan. Tak hanya dari segi jumlah, tetapi juga distribusinya.

”Yang diharapkan, bagaimana tenaga kesehatan di daerah terpencil betah dan tetap memberikan pelayanan terbaik,” ujarnya. Saat ini, jumlah dokter umum 80.000, sedangkan jumlah dokter spesialis 25.000.

Selain jumlah terbatas, sebaran dokter juga tak merata jadi kendala. Umumnya, tenaga kesehatan memilih ditempatkan di perkotaan, daerah terpencil kerap kekurangan tenaga kesehatan.

Kendala lain, ketersediaan tempat tidur baru 229.080 buah. Idealnya, untuk melayani 237 juta jiwa dibutuhkan 237 juta tempat tidur. ”Sejak otonomi memang kewajiban dan kewenangan kesehatan lebih banyak diberikan atau didesentralisasikan kepada pemerintah daerah. Namun, rupanya pemerintah daerah belum menganggap kesehatan sebagai prioritas,” kata Ghufron. Salah satu contohnya, implikasi anggaran untuk kesehatan yang persentasenya kerap sangat kecil, tak mencapai 5 persen.

Selain itu, kata Ghufron, banyak pemerintah daerah yang mengira bila sudah mengalokasikan anggaran untuk jaminan kesehatan, tugas mereka selesai. Itu tak benar karena pemerintah daerah juga memiliki tugas menjaga agar masyarakat tetap sehat.

”Orang sering lupa dan menganggap kesehatan adalah kesakitan. Padahal, bukan itu. Yang lebih penting adalah bagaimana menjaga agar orang tetap sehat. Kalau kesakitan yang menjadi prioritas, berapa pun dana yang tersedia tidak akan cukup. Konsep ini harus dipahami dulu,” kata Ghufron.

Bertahap

Menurut Ghufron, agar SJSN dapat berjalan baik, prosesnya harus dilakukan bertahap. Oleh karena masih merupakan sistem baru, banyak hal harus dilakukan. ”Apa yang mampu dikerjakan sekarang. Yang belum mampu berikutnya, sampai seluruh proses berjalan baik. Memang harus realistis,” ujarnya.

Terkait penanganan bagi penyakit-penyakit kronis, seperti jantung, stroke, ginjal, dan diabetes dalam kerangka SJSN, pemerintah menilai perlu pengelolaan biaya tertentu agar biaya yang dikeluarkan tak membengkak. Namun, kualitas layanan untuk penyakit-penyakit itu bisa menjadi lebih bagus.

Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, saat ini tengah disusun panduan penanganan berbagai penyakit kronis. Diharapkan, panduan itu selesai Oktober 2013. Lewat panduan itu, diharapkan para dokter punya pilihan dalam mengobati meski dengan biaya terbatas.

”Kami juga berharap dalam jangka panjang, kasus-kasus yang tak bisa ditangani spesialis bisa ditangani dokter umum. Tentunya dengan kompetensi khusus yang harus dimiliki dokter umum,” ujarnya. (DOE)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com