Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2013, 17:12 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com
- Transaksi jual beli yang dilakukan secara online kini makin digandrungi masyarakat. Tak ayal, ladang bisnis ini pun juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mengedarkan obat ilegal atau palsu.

Dalam kurun awal hingga pertengahan tahun 2013, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sudah menemukan 129 situs internet yang memasarkan obat, obat tradisional, kosmetika, dan suplemen kesehatan ilegal termasuk palsu.

Kepala BPOM RI Lucky S. Slamet mengatakan, jumlah situs ilegal terus mengalami peningkatkan dari tahun ke tahun. Penampisan yang dilakukan di tahun 2011 dan 2012 berturut-turut menemukan 30 dan 83 situs.

"Peningkatan signifikan jumlah temuan situs terjadi dikarenakan jumlah peminat obat ilegal atau palsu juga meningkat," paparnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/6/2013).

Menurut hasil temuan Operasi Pangea VI yang dilakukan BPOM bersama dengan kepolisian RI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika 18-25 Juni 2013 lalu, situs-situs yang menjual obat ilegal tersebut ada yang memang sudah ditemukan sebelumnya, dan ada juga yang baru.

"Hasil temuan situs yang ditemukan lagi biasanya merupakan situs berasal dari luar negeri jadi belum dapat diblok oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Ada juga yang bersifat situs komersial, jadi hanya menyediakan jasa pengiklanan," tutur Lucky.

Menyikapi hal tersebut, lanjut Lucky, BPOM telah meminta Kemkominfo sedapat mungkin memblokir situs luar negeri agar tidak dapat diakses dari Indonesia. Selain itu, untuk situs komersial, BPOM telah menghubungi pengelolanya agar menyeleksi dengan ketat data pengiklan dan produk yang diiklankan.

Menurut Lucky, jika permintaan terhadap obat ilegal dapay ditekan, maka jumlah penawaran pun secara otomatis akan berkurang. "Saat ini biar saja penawaran banyak (melalui situs atau kios), tapi jika konsumen cerdas, tidak tergiur dengan khasiat dan harganya, maka lama kelamaan penawaran akan berkurang," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com